Keengganan Mendengarkan Cerita Anak dan Harapan Luar Biasa Mereka

Parentnial Newsroom

Parenting

SIANG begitu terik, ketika Muhammad pulang dari sekolah. Ia datang dengan wajah sumringah.

Tak lama kemudian, ia membuka permen yang baru saja dibelinya, lantas memberikan 4 buah kepada adiknya. Ia sendiri hanya mengambil tiga permen.

Tak lama setelah itu ia berkata kepada sang ibu. “Ibu, saya ingin menjadi orang kaya seperti Nabi Muhammad.” Ungkapan anak 5 tahun itu sontak mengagetkan sang ibu.

“Subhanalloh, kenapa mau jadi orang kaya?”

Sang anak dengan tenang menjawab, “Untuk berbagi kepada teman-teman atau kepada orang yang tidak punya uang.”

Sang ibu langsung memeluk buah hatinya dengan penuh kebanggaan. “Semoga Allah kabulkan apa yang menjadi cita-citamu, nak.”

Dialog di atas mungkin biasa saja, toh setiap anak di dalam keluarga, hampir pasti pernah mengutarakan cita-citanya.

Akan tetapi, tidak ada yang terjadi tanpa maksud, tanpa makna.

Ungkapan anak yang bagaimanapun ucapannya belum didasari kemampuan nalar yang memadai boleh jadi adalah sebuah keadaan yang kelak akan ia capai, keadaan yang akan ia raih, keadaan yang akan membuatnya menjadi pribadi bermanfaat bagi kehidupan.

Terlebih, ketika seorang anak mampu menyampaikan argumen mengapa ia memilih sesuatu, maka sungguh itu adalah sebuah tanda kebaikan yang orang tua perlu memupuknya dengan kasih sayang, pengarahan dan tentu saja doa.

Namun, sayang seribu sayang, banyak orang tua zaman now yang berjumpa dan berdialog dengan anaknya begitu sangat jarang.

Kalau pun ada waktu bersama, orang tua membiarkan anak “berdialog” dengan gadget. Padahal, dalam dialog itu boleh jadi Tuhan titipkan pesan bahwa anak-anakmu kelak akan seperti ini atau akan seperti itu.

Ayah bunda, mari sempatkan dialog dengan anak-anak kita. Bukankah Nabi Ibrahim (Abraham) berdialog dengan Nabi Ismail (Samuel)? Bukankah Nabi Ya’kub (Jacob) berdialog dengan Nabi Yusuf (Josep)? Bukankah Lukman Al-Hakim berdialog dengan putranya?.

Lantas apa yang menghalangi kita berdialog dengan anak-anak yang boleh jadi kemurnian dan kesungguhan begitu kental memancar dari dalam jiwanya.

IMAM NAWAWI

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...

Tinggalkan komentar