
PERNAH gak sih kamu ngerasa kayak kehilangan nama sendiri setelah jadi ibu? Tiba-tiba semua orang manggil kamu “Ibunya Aisyah”, “Mamanya Raka”, dan kamu mulai lupa kapan terakhir kali kamu dipanggil pakai nama kamu sendiri. Tenang, kamu gak sendirian.
Fenomena ini emang udah umum banget, khususnya di masyarakat kita. Di Indonesia, apalagi dalam budaya yang kental sama norma-norma keluarga, peran ibu tuh kayak dapet porsi utama dalam hidup perempuan. Tapi, di balik semua itu, ada satu hal penting yang sering banget luput: identitas diri si ibu itu sendiri.
Ketika Nama Kita Hilang
Setelah punya anak, banyak perempuan ngalamin perubahan besar—baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Salah satunya adalah soal identitas.
Baca Juga
Yang dulu dipanggil “Mbak Dinda”, sekarang jadi “Ibunya Keisha”. Kedengerannya sederhana, tapi sebenernya itu nunjukin gimana peran keibuan bisa ngegeser identitas pribadi kita.
Emang sih, dalam Islam, jadi ibu itu mulia banget. Rasulullah SAW bahkan bilang surga ada di bawah telapak kaki ibu. Tapi Islam juga ngajarin tentang keseimbangan, termasuk dalam mengenali dan menjaga jati diri kita sebagai individu.
Islam dan Identitas Perempuan
Dalam perspektif Islam, perempuan punya peran penting dalam banyak aspek—bukan cuma sebagai istri atau ibu. Lihat aja Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, yang juga seorang pebisnis sukses.
Atau, ada sosok Aisyah RA, istri Nabi yang dikenal sebagai sumber ilmu dan perawi hadis terbanyak. Mereka semua punya peran di keluarga, tapi gak kehilangan identitas personal mereka.
Itu nunjukin bahwa dalam Islam, jadi ibu bukan berarti kita harus menghapus sisi lain dari diri kita. Justru, menjaga jati diri sebagai perempuan yang punya minat, impian, dan peran di luar rumah itu juga bagian dari amanah.
Realita Ibu-ibu Zaman Now
Di zaman sekarang, tekanan buat jadi “ibu sempurna” makin gede. Sosmed isinya foto-foto anak yang lucu, bento lucu, rumah rapi kayak showroom, dan ibu-ibu yang katanya happy terus. Padahal kenyataannya? Banyak yang struggle, burnout, dan ngerasa sendirian.
Gak jarang juga ada rasa bersalah kalo pengen me time. Kayak, “Masa iya gue ninggalin anak cuma buat ngopi sejam?” atau “Gue egois banget ya pengen lanjut kuliah?”
Padahal, pengen berkembang bukan berarti kamu kurang sayang sama anak. Justru, ibu yang bahagia dan merasa fulfilled bakal lebih positif juga ke anak dan keluarga.
Mulai Kenalin Diri Lagi
Nah, terus gimana caranya biar kita bisa tetap jadi ibu yang hadir buat anak, tapi juga gak kehilangan diri sendiri?
- Luangin waktu buat diri sendiri. Gak usah muluk-muluk, 15 menit baca buku, journaling, atau sekadar duduk sambil minum kopi tanpa distraksi udah cukup banget buat nge-charge energi.
- Ingat lagi mimpi kamu sebelum punya anak. Apa sih passion kamu dulu? Pengen nulis? Mulai dari blog. Suka masak? Coba bikin konten masak. Kecil, tapi berarti.
- Ngobrol sama pasangan. Komunikasi itu kunci. Jelasin ke pasangan soal keinginan kamu buat tetap berkembang. Dukungan dari orang terdekat itu penting banget.
- Cari support system. Entah itu komunitas online, grup ibu-ibu, atau temen lama. Ngobrol sama yang lagi ngalamin hal sama tuh bisa bantu banget.
- Tumbuhkan mindset bahwa self-love itu bukan selfish. Ngerawat diri sendiri bukan bentuk egois, tapi bentuk syukur dan tanggung jawab atas diri yang Allah titipin.
Tetap Jadi Diri Sendiri
Di tengah padatnya rutinitas, kadang kita lupa bahwa kita juga punya nama, punya kisah, dan punya hak buat tumbuh. Jadi ibu itu luar biasa, tapi kamu juga luar biasa sebagai individu.
Jangan sampai label “ibu” bikin kamu ngerasa kehilangan jati diri. Karena sejatinya, jadi ibu itu bukan menghapus identitas—tapi memperkaya dan memperluasnya.[]