Analisis Penurunan Populasi Jepang dan Pergeseran Paradigma Pernikahan

Rahmat Hidayat

BeritaData

Tokyo, ibu kota Jepang (Foto: Sean Pavone/ Pixabay)

JEPANG tengah menghadapi gelombang demografi yang mengkhawatirkan. Populasi total negeri Sakura ini menyusut untuk tahun ke-14 berturut-turut pada 2024, dengan proporsi lansia berusia 65 tahun ke atas mencapai rekor tertinggi sebesar 29,3%.

Data dari Kementerian Dalam Negeri Jepang yang dirilis pada hari Senin ini sebagaimana dikutip Parentnial dari The Japan Times, Rabu (16/4/2025), menggambarkan tantangan struktural yang kian mendesak: masyarakat yang menua dengan cepat, populasi anak-anak yang merosot, dan ketergantungan pada penduduk asing untuk menahan laju penurunan.

Penurunan Populasi yang Konsisten

Pada Oktober 2024, total populasi Jepang—termasuk warga Jepang dan penduduk asing—berjumlah 123,8 juta jiwa, turun 550.000 jiwa atau 0,44% dari tahun sebelumnya.

Penurunan ini melanjutkan tren sejak 2011, setelah populasi mencapai puncaknya pada 2008.

Populasi warga Jepang saja tercatat 120,3 juta jiwa, anjlok 898.000 jiwa dari tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa penurunan populasi domestik jauh lebih tajam dibandingkan angka keseluruhan, yang sedikit terbantu oleh kehadiran penduduk asing.

Sementara itu, Jepang mencatat kenaikan sosial bersih (net social increase) sebesar 340.000 jiwa, didorong sepenuhnya oleh peningkatan jumlah penduduk asing.

Angka tersebut menandai tahun ketiga berturut-turut pertumbuhan sosial bersih, yang dihitung dari selisih antara jumlah orang yang masuk dan keluar dari Jepang. Data ini menegaskan peran krusial imigrasi dalam menahan laju penurunan populasi, meskipun belum cukup untuk membalikkan tren.

Lansia Mendominasi, Anak-Anak Menyusut

Struktur demografi Jepang semakin timpang. Populasi berusia 65 tahun ke atas naik 17.000 jiwa menjadi 36,24 juta, atau 29,3% dari total populasi—persentase tertinggi yang pernah tercatat.

Sebaliknya, populasi di bawah 15 tahun merosot ke titik terendah sepanjang sejarah, hanya 13,83 juta jiwa atau 11,2% dari total populasi, turun 343.000 jiwa dari tahun sebelumnya.

Penurunan kelompok usia muda ini telah berlangsung sejak 1975, mencerminkan rendahnya angka kelahiran yang telah menjadi ciri demografi Jepang selama dekade-dekade.

Perbandingan persentase ini menggambarkan tantangan ganda: meningkatnya beban sosial-ekonomi akibat populasi lansia yang besar, dan berkurangnya tenaga kerja masa depan akibat menyusutnya populasi anak-anak.

Rasio ketergantungan lansia (elderly dependency ratio) kini semakin tinggi, menekan sistem pensiun, layanan kesehatan, dan tenaga kerja produktif.

Tokyo dan Saitama Melawan Arus

Data regional menunjukkan disparitas yang mencolok. Hanya dua prefektur—Tokyo dan Saitama—mencatat pertumbuhan populasi dalam setahun terakhir.

Tokyo memimpin dengan laju pertumbuhan 0,66%, naik 0,32 poin persentase dari tahun sebelumnya, sementara Saitama membalikkan tren penurunan sebelumnya dengan kenaikan tipis 0,01%.

Lima prefektur terpadat adalah Tokyo (14,18 juta jiwa), Kanagawa (9,23 juta), Osaka (8,76 juta), Aichi (7,46 juta), dan Saitama (7,33 juta).

Namun, 45 prefektur lainnya mengalami penurunan populasi. Delapan belas di antaranya mencatat penurunan lebih dari 1%, dengan Akita (1,87%), Aomori (1,66%), dan Iwate (1,57%) sebagai yang terparah.

Penurunan populasi juga semakin cepat di 34 prefektur, dengan Ishikawa mencatat penurunan tahun-ke-tahun terbesar.

Sementara itu, sembilan prefektur, termasuk Fukui, menunjukkan perlambatan laju penurunan, meskipun tetap berada dalam tren negatif.

Menikmati Kebebasan dan Hidup Sendiri

Dalam liputan Julian Ryall, jurnalis kantor berita yang berbasis di Jerman, Deutsche Welle (DW) pada 24 Juni 2022, Julian mewawancarai Sho, seorang warga Prefektur Saitama. Suara Sho dianggap mewakili sentimen banyak anak muda Jepang.

Sho mengatakan, “Saya bisa melakukan hal-hal yang saya inginkan, kapan pun saya mau, dan saya tidak perlu memikirkan orang lain.”

Sho mengaku menikmati kebebasan untuk bermain gim, menonton film, atau bertemu teman-teman tanpa kompromi.

Dia juga mencatat bahwa teman-temannya yang sudah menikah “telah berubah” dan jarang bertemu dengannya, menggambarkan bagaimana pernikahan dapat mengubah dinamika sosial.

Implikasi dan Respons Negara

Data ini menjadi cerminan faktual mengenai tantangan eksistensial bagi negara Jepang. Penyusutan populasi dan penuaan masyarakat mengancam keberlanjutan ekonomi, sistem kesejahteraan, dan dinamika sosial.

Ketua Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menegaskan bahwa pemerintah sedang menerapkan berbagai langkah, seperti meningkatkan dukungan finansial untuk pengasuhan anak, menaikkan upah generasi muda, dan bahkan memfasilitasi perjodohan.

“Kami akan terus mempromosikan kebijakan secara kompetitif untuk mewujudkan masyarakat di mana setiap orang yang ingin memiliki anak dapat melakukannya dan membesarkan mereka dengan tenang,” ujarnya.

Namun, efektivitas kebijakan ini masih dipertanyakan. Rendahnya angka kelahiran tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga budaya dan gaya hidup, yang membutuhkan pendekatan holistik. Sementara itu, ketergantungan pada penduduk asing menimbulkan pertanyaan tentang integrasi dan keberlanjutan jangka panjang.

Jepang Menatap Masa Depan dengan Kecemasan dan Harapan

Data populasi Jepang 2024 adalah panggilan bagi mereka untuk bertindak. Dengan 29,3% lansia dan hanya 11,2% anak-anak, Jepang berada di persimpangan kritis.

Memang pertumbuhan di Tokyo dan Saitama menawarkan secercah harapan, tetapi penurunan di 45 prefektur lain menegaskan urgensi reformasi struktural.

Peningkatan jumlah penduduk asing adalah solusi sementara, tetapi tanpa peningkatan angka kelahiran dan inovasi kebijakan, Jepang berisiko kehilangan vitalitas demografisnya.

Mari kita terus memantau perkembangan ini, dengan harapan bahwa Jepang dapat menemukan keseimbangan antara tradisi dan transformasi demi masa depan yang berkelanjutan.[]

Baca Juga Lainnya

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Aku Bukan Cuma Ibu, Mencari Jati Diri di Balik Peran Ibu Rumah Tangga

Fiqih Ulyana

PERNAH gak sih kamu ngerasa kayak kehilangan nama sendiri setelah jadi ibu? Tiba-tiba semua orang manggil kamu “Ibunya Aisyah”, “Mamanya ...

Tantangan dan Tren Baru Kepengasuhan 2025 yang Harus Dipahami Orangtua Masa Kini

Parentnial Newsroom

KITA telah menjalani setengah dari awal bulan tahun baru 2025, dan kepengasuhan (parenting) menjadi salah satu aspek kehidupan yang terus ...

Katanya Bikin Anak Sukses, Nyatanya 7 Nasihat Ini Cuma Bikin Ribet!

Hasni Rania

PARENTING itu emang nggak ada buku manualnya yang pasti. Tapi, bukan berarti semua nasihat dari orang dulu itu cocok diterapin ...

Nama Bayi Perempuan Jepang

300 Nama Bayi Perempuan Jepang yang Indah dan Bermakna.

Parentnial Newsroom

Memilih nama bayi adalah keputusan penting yang akan memengaruhi identitas seseorang sepanjang hidup mereka. Proses ini melibatkan berbagai pertimbangan, mulai ...