
HARI ini hampir tidak ada anak yang tidak bersinggungan dengan teknologi. Entah untuk belajar daring, menonton video edukatif, atau bermain game, layar menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka.
Namun, di balik manfaatnya, muncul kekhawatiran yang semakin nyata yaitu dampak waktu layar berlebihan terhadap kesehatan mata anak.
Sudah sering kita mendengar banyak kegelisahan para orang tua terkait penurunan penglihatan pada anak-anak mereka. Mereka mengaitkan hal ini dengan meningkatnya penggunaan perangkat digital sejak usia dini.
Baca Juga
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Banyak pakar mata dan dokter anak mengonfirmasi bahwa paparan layar yang terlalu lama bisa menyebabkan berbagai gangguan penglihatan seperti miopia (rabun jauh), mata kering, hingga ketegangan mata digital.
Mengapa Waktu Layar Berlebihan Bisa Membahayakan Mata Anak?
Ketika anak terlalu lama menatap layar, mereka cenderung tidak berkedip secara normal. Biasanya, manusia berkedip sekitar 15–20 kali per menit, namun saat menatap layar, frekuensinya bisa turun drastis.
Hal inilah yang menyebabkan mata menjadi kering dan lelah, terutama pada anak-anak yang belum memiliki kesadaran untuk mengistirahatkan mata mereka secara berkala.
Tak hanya itu, cahaya biru dari layar ponsel, tablet, dan komputer dipercaya berdampak negatif terhadap retina jika terpapar dalam jangka panjang.
Meskipun penelitian masih berlangsung, banyak ahli menyarankan untuk membatasi waktu layar sebagai bentuk pencegahan dini.
Penelitian Asia Pacific Academy of Ophthalmology (APAO) 2016 seperti dilansir aset laman Sciencedirect mengungkap lonjakan prevalensi miopia di Asia Timur dan Tenggara, mencapai lebih dari 80% pada anak usia sekolah, dengan miopia tinggi melonjak hingga 10-20%.
Fenomena ini, didorong oleh tekanan pendidikan dan minimnya aktivitas luar ruang, menimbulkan tantangan serius dalam koreksi refraksi dan penanganan komplikasi patologis.
Miopia sekolah, yang muncul akibat paparan faktor lingkungan seperti kerja jarak dekat, kini mendominasi dibandingkan miopia genetik, dengan miopia tinggi berkembang pesat pada anak usia dini akibat pola perkembangan spesifik regional.
Dalam konteks Indonesia masa kini, data ini kian relevan seiring masyarakat, khususnya anak-anak, semakin terpaku pada layar gawai, memperparah risiko miopia akibat berkurangnya waktu luar ruang.
Kurangnya paparan cahaya alami, sebagaimana divalidasi oleh uji coba terkontrol, menghambat pencegahan miopia. Dengan sistem pendidikan yang kompetitif dan digitalisasi yang merajalela, Indonesia berisiko menghadapi krisis kesehatan mata yang serius.
Upaya pencegahan, seperti mendorong aktivitas luar ruang dan mengurangi ketergantungan pada layar, menjadi krusial untuk melindungi generasi mendatang dari dampak miopia yang kian mengkhawatirkan.
Menjaga Kesehatan Mata Anak
Dalam menghadapi tantangan ini, orang tua memiliki peran vital untuk mengatur dan membimbing anak-anak dalam menggunakan perangkat digital. Berikut beberapa langkah yang dapat diterapkan:
1. Terapkan Aturan 20-20-20
Setiap 20 menit menatap layar, ajak anak untuk melihat objek sejauh 20 kaki (sekitar 6 meter) selama 20 detik. Ini membantu mengendurkan otot mata dan mengurangi kelelahan.
2. Batasi Waktu Layar Harian
Ikuti rekomendasi dari American Academy of Pediatrics: anak usia 2–5 tahun maksimal 1 jam per hari untuk waktu layar yang berkualitas, sementara anak di atas 6 tahun memerlukan keseimbangan antara layar, tidur, dan aktivitas fisik.
3. Dorong Aktivitas di Luar Ruangan
Paparan sinar matahari alami membantu perkembangan mata dan mengurangi risiko miopi. Setidaknya 1–2 jam aktivitas di luar ruangan setiap hari sangat dianjurkan.
4. Gunakan Filter Cahaya Biru dan Pencahayaan yang Cukup
Aktifkan mode malam atau blue light filter pada perangkat digital dan pastikan ruangan memiliki pencahayaan yang memadai saat anak menggunakan layar.
5. Rutin Periksa Mata Anak
Lakukan pemeriksaan mata minimal setahun sekali untuk mendeteksi sejak dini gangguan penglihatan yang mungkin terjadi.
Digital Memang Tak Terhindarkan Tapi Dapat Dikendalikan
Kita hidup dalam era yang tak terhindarkan dari digitalisasi. Pandemi COVID-19 mempercepat transisi ini, dengan sekolah daring dan aktivitas berbasis online menjadi norma baru.
Sayangnya, perubahan cepat ini tidak diiringi dengan edukasi dan kesiapan akan dampak kesehatan, terutama terhadap anak-anak.
Teknologi memang penting dan tidak bisa dipisahkan dari pendidikan serta hiburan modern. Namun, pendekatan yang bijak sangat diperlukan.
Orang tua, guru, dan pemangku kebijakan harus mulai memikirkan strategi jangka panjang untuk memastikan anak-anak dapat tumbuh sehat, baik secara fisik maupun mental, di dunia yang semakin digital ini.
Kesehatan mata anak adalah investasi jangka panjang. Peran orang tua sebagai pengarah sangat krusial di sini. Edukasi tentang bahaya waktu layar berlebihan harus menjadi bagian dari diskusi keluarga sehari-hari.
Dengan pendekatan yang penuh kasih dan kesadaran, generasi masa depan dapat menikmati manfaat teknologi tanpa harus mengorbankan kesehatan mata mereka.[]