
SELAMA ini beras merah dikenal sebagai pilihan makanan sehat, terutama bagi mereka yang sedang diet atau ingin menjaga gula darah tetap stabil.
Namun, sebuah laporan mengejutkan dari The Sun mengungkap fakta bahwa beras merah justru mengandung zat berbahaya—arsenik anorganik—yang dapat meningkatkan risiko penyakit kronis jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Apa Itu Arsenik dan Mengapa Berbahaya?
Arsenik adalah unsur kimia alami yang dapat ditemukan di tanah, air, dan udara. Namun, yang menjadi perhatian adalah bentuk arsenik anorganik, yang bersifat toksik dan karsinogenik.
Baca Juga
Zat arsenik ini kerap ditemukan dalam air tanah yang terkontaminasi, dan sayangnya, tanaman padi cenderung menyerap arsenik lebih banyak dibanding tanaman lain.
Beras merah mengandung lebih banyak arsenik dibanding beras putih karena bagian kulit luarnya (bran dan germ) tidak dihilangkan selama proses pengolahan. Bagian ini justru menyimpan sebagian besar arsenik yang terserap dari lingkungan.
Dampak Kesehatan yang Perlu Diwaspadai
Paparan arsenik anorganik secara terus-menerus, meskipun dalam jumlah kecil, bisa memicu berbagai masalah kesehatan, seperti kanker.
Paparan jangka panjang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kulit, paru-paru, kandung kemih, dan liver.
Dampak lainnya adalah risiko penyakit jantung, dimana arsenik bisa merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Efek berikutnya jika terpapar arsenik anorganik secara terus-menerus adalah angguan perkembangan anak.
Pada anak-anak, arsenik dapat mengganggu perkembangan otak dan menurunkan IQ. Ia juga bisa berdampak pada masalah pencernaan dan kulit. Termasuk iritasi, gangguan sistem imun, dan gangguan metabolisme.
Negara Maju Saja Tak Luput
Berdasarkan penelitian dan uji laboratorium Michigan State University (MSU), terdapat risiko arsenik yang signifikan bagi anak-anak AS di bawah usia 5 tahun yang mengonsumsi beras merah, karena arsenik adalah unsur kimia beracun yang dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Menurut penelitian itu, yang diterbitkan dalam jurnal Risk Analysis, beras merah ditemukan mengandung kadar arsenik dan konsentrasi arsenik anorganik yang lebih tinggi daripada beras putih di antara populasi Amerika.
Bahkan, temuan riset yang dipimpin Prof Felicia Wu bersama rekannya dari MSU College of Agriculture and Natural Resources, beras organik pun tidak menjamin bebas arsenik, karena kontaminasi terjadi dari lingkungan, bukan dari cara tanam semata.
Lalu, Bagaimana di Indonesia?
Sebagai negara pengonsumsi nasi terbesar di dunia, Indonesia tidak luput dari risiko ini. Banyak masyarakat kini beralih ke beras merah karena dianggap lebih sehat, terutama bagi penderita diabetes dan pegiat diet.
Namun, belum banyak yang sadar bahwa beras merah juga bisa mengandung arsenik, terutama jika ditanam di area yang air tanahnya tercemar.
Sayangnya, belum ada regulasi ketat terkait batas kandungan arsenik dalam beras di Indonesia, meskipun standar Codex WHO menyarankan maksimal 0,2 mg/kg untuk arsenik anorganik dalam beras non-parboiled.
Solusi dan Langkah Preventif yang Bisa Dilakukan
Meskipun terdengar menyeramkan, bukan berarti kamu harus langsung berhenti makan beras merah. Ada beberapa langkah bijak yang bisa kamu lakukan untuk mengurangi risiko sebagaimana Parentnial kutip dari berbagai sumber panduan medis, berikut ini:
1. Cuci dan rendam beras sebelum dimasak
Mencuci beras hingga airnya bening dan merendamnya selama beberapa jam bisa membantu mengurangi kadar arsenik hingga 30%.
2. Gunakan teknik memasak dengan air lebih banyak
Masak beras dengan perbandingan 6:1 (air:beras) lalu tiriskan sisa air setelah matang. Teknik ini terbukti efektif mengurangi arsenik.
3. Variasikan sumber karbohidrat
Jangan bergantung hanya pada nasi—coba variasikan dengan ubi, kentang, jagung, atau quinoa yang cenderung lebih rendah arsenik.
4. Dukung pertanian organik dan bebas kontaminasi
Pemerintah dan petani bisa bekerja sama untuk memastikan air irigasi bebas dari kontaminasi logam berat dan melakukan uji tanah secara berkala.
5. Waktunya Sadar dan Bijak Konsumsi
Permasalahan arsenik dalam beras ini adalah contoh nyata bahwa sesuatu yang terlihat sehat belum tentu benar-benar aman. Di era modern ini, konsumen harus lebih kritis dan sadar terhadap apa yang dikonsumsinya.
Kesadaran ini bukan hanya berlaku di Inggris atau Amerika, tetapi juga di Indonesia yang sangat bergantung pada beras sebagai makanan pokok.
Solusinya tidak terletak pada menghindari beras merah sepenuhnya, tetapi pada edukasi publik, peran pemerintah dalam pengawasan mutu pangan, serta kesadaran masyarakat dalam memilih dan mengolah bahan makanan secara benar.
Mungkin ini saatnya kita mulai mengubah mindset, bahwa hidup sehat bukan cuma soal memilih makanan yang “katanya” baik, tapi juga memahami proses di balik makanan itu sendiri.[]