
FENOMENA generasi sandwich—mereka yang terjepit antara mengurus anak dan orang tua lanjut usia—semakin nyata di Indonesia, bahkan, boleh jadi, Anda sendiri sedang dalam posisi tersebut.
Realita tersebut lalu ditambah dengan tekanan ekonomi, beban kerja, dan perubahan gaya hidup urban, banyak anak merasa kewalahan. Namun, perawatan orang tua adalah tugas mulia yang tetap harus dilakukan dengan bijak.
“Jangan sampai kita terlalu sibuk mencari kehidupan, sampai lupa siapa yang dulu memberi kita kehidupan,” demikian petuah agama yang barangkali sudah sering kita dengar.
Baca Juga
Kolumnis yang banyak menelaah tema gaya hidup dan keluarga, Gaby Huddart, dalam salah satu kolomnya di The Telegraph, membahas bagaimana generasi dewasa kini menghadapi tantangan emosional, finansial, dan logistik dalam merawat orang tua mereka.
Dalam konteks kita di sini, bahasan Gaby memiliki tantangan tersendiri dimana kita punya dimensi budaya tersendiri—kita tumbuh dengan nilai “bakti kepada orang tua” yang kuat. Tapi, realitanya, rasa cinta saja nggak cukup. Kita butuh strategi.
Realita Merawat Orang Tua di Indonesia
Berbeda dengan di Barat, di mana panti jompo sudah menjadi solusi umum, masyarakat Indonesia masih sangat menjunjung tinggi perawatan keluarga.
Namun, urbanisasi menyebabkan banyak anak tinggal terpisah dari orang tua. Di sinilah muncul dilema: mau membalas jasa, tapi waktu dan tenaga terbatas.
Dalam kerangka itu, beberapa masalah umum pun sering muncul seperti kesehatan fisik dan mental lansia mulai dari penyakit kronis hingga demensia yang membutuhkan perhatian ekstra.
Masalah yang juga acapkali berlelindan adalah kondisi finansial dimana banyak orang tua yang tidak memiliki dana pensiun memadai, sehingga bergantung pada anak.
Keadaan semacam itu semakin tidak ringan dikala beban emosional harus ditanggung anak seperti adanya perasaan bersalah dan stres. Bahkan, burnout sering dirasakan oleh anak-anak yang juga memiliki keluarga inti sendiri.
Solusi Realistis Tanpa Mengorbankan Diri Sendiri
1. Bangun Komunikasi Terbuka
Mulailah dengan ngobrol dari hati ke hati dengan orang tua. Sampaikan kondisi kamu, dengarkan keinginan mereka. Keterbukaan adalah fondasi penting agar tidak ada pihak yang merasa terabaikan atau terlalu menuntut.
2. Libatkan Keluarga Besar
Kamu tidak harus menanggung semuanya sendiri. Diskusikan pembagian tugas dengan saudara kandung. Siapa yang bisa bantu logistik, siapa yang bisa support finansial, dan siapa yang bisa datang langsung untuk menemani. Jangan gengsi untuk minta tolong.
3. Gunakan Layanan Profesional
Sekarang sudah banyak layanan perawat homecare, telemedisin, hingga layanan antar obat yang bisa meringankan tugasmu. Cari yang terpercaya dan sesuai kebutuhan orang tua.
4. Atur Keuangan Sejak Dini
Jika kamu belum menyiapkan dana khusus untuk perawatan orang tua, sekarang saatnya mulai. Buat pos anggaran bulanan dan sisihkan sebagian dari penghasilan. Jika memungkinkan, ajak orang tua ikut dalam program jaminan kesehatan dan sosial.
5. Rawat Diri Sendiri Juga
Ingat, kamu tidak bisa merawat orang lain kalau kamu sendiri tumbang. Luangkan waktu untuk dirimu, jaga kesehatan mental, dan tetap punya ruang untuk bersosialisasi. Jangan merasa bersalah untuk rehat sejenak.
Cinta Tidak Harus Menguras
Cinta kepada orang tua bukan hanya soal berkorban tanpa batas, tapi bagaimana memberikan yang terbaik dengan bijak.
Kita perlu meninggalkan narasi “kalau sayang, harus total tanpa mengeluh” dan menggantinya dengan “kalau sayang, rawat dengan strategi”.
Budaya kita di timur memang menekankan bakti, tapi kita juga perlu memperbarui maknanya di era modern. Merawat bukan berarti mengorbankan semua, tapi mengelola dengan bijak agar cinta itu bisa berumur panjang.
Di tengah dunia yang makin sibuk dan menuntut, merawat orang tua adalah perjalanan yang menuntut kesabaran, kecerdasan emosional, dan strategi finansial.
Jangan ragu untuk mencari bantuan, berbagi peran, dan merawat diri sendiri juga. Karena ketika kamu sehat dan kuat, kamu bisa jadi sandaran terbaik untuk orang tua tercinta.[]