
SALAH satu persoalan besar yang mengkhawatirkan banyak orang tua terlebih di era seperti sekarang adalah bagaimana anak-anak dengan mudah terjatuh pada kebiasaan buruk, seperti kecanduan gadget, kenakalan remaja, dan bahkan perilaku bermasalah seperti konsumsi pornografi atau masturbasi kompulsif.
Tentu saja kunci pencegahan masalah tersebut bukanlah semata-mata pembatasan eksternal, melainkan penyadaran internal sejak dini bahwa pikiran, tindakan, dan perangkat digital adalah “alat” yang seharusnya tunduk pada kendali manusia, bukan sebaliknya.
Psikolog klinis dan forensik berlisensi Stephen A. Diamond Ph.D., dalam kolomnya di Psychology Today, sudan lama mengingatkan kita bahwa pencegahan terhadap perilaku buruk harus dilakukan dengan pemahaman yang lebih dalam tentang potensi manusia untuk melakukan kejahatan, bukan sekadar dengan hukuman atau larangan semata.
Baca Juga
Anak dan Godaan Dunia Digital
Era keterbukaan seperti sekarang, anak-anak kita hidup dalam dunia yang didesain untuk menarik perhatian tanpa henti.
Setiap aplikasi, game, dan konten digital dirancang dengan prinsip ekonomi perhatian, di mana pengguna — termasuk anak-anak — diarahkan untuk terus-menerus terlibat, bahkan kecanduan.
Kecanduan gadget dan perilaku menyimpang lainnya seringkali berakar pada ketidakmampuan seseorang menahan impuls jangka pendek demi tujuan jangka panjang.
Tanpa pelatihan menahan diri sejak dini, anak-anak akan tumbuh menjadi individu yang mudah dikendalikan oleh dorongan eksternal, rapuh terhadap godaan, dan rentan terhadap kecemasan atau depresi saat kebutuhan instannya tidak terpenuhi.
Jika kita hanya fokus membatasi akses atau menerapkan hukuman, kita hanya mengobati gejala, bukan akar masalahnya.
Artinya, tanpa membangun kesadaran internal, anak tetap akan mencari celah-celah untuk melampiaskan impuls mereka.
Pengendalian Diri Melalui Latihan Kesadaran
Pendekatan yang lebih fundamental adalah menanamkan pada anak kesadaran bahwa gadget hanyalah alat, dan dirinyalah yang seharusnya menjadi pengendali utama. Bagaimana caranya?
Salah satu teknik efektif adalah dengan melatih anak menahan keinginannya. Ini bukan semata melarang, tetapi memberikan pengalaman langsung tentang kekuatan pengendalian diri.
Misalnya, saat anak menginginkan bermain gadget, kita bisa mengajaknya untuk menunda selama 10 menit.
Setelah berhasil, berikan apresiasi, bukan dalam bentuk hadiah materi, tetapi dalam bentuk pujian atas keberhasilannya mengendalikan dirinya.
Seiring waktu, waktu penundaan ini dapat ditingkatkan. Anak akan belajar secara alami bahwa dorongan batin bukanlah sesuatu yang harus selalu diikuti. Mereka akan merasakan bahwa mereka memiliki otoritas penuh atas pikiran dan tindakan mereka.
Inilah dua hal penting: pikiran dan tindakan. Hanya dua hal ini yang benar-benar bisa kita kendalikan dalam hidup.
Segala bentuk kebahagiaan atau penderitaan, pada akhirnya, sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola pikiran dan tindakan kita sendiri, bukan pada dunia luar yang tak bisa kita kendalikan sepenuhnya.
Mengapa Pendekatan Ini Relevan?
Di tengah serangan informasi instan, budaya “semua harus cepat” membuat banyak orang — bukan hanya anak-anak — kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam ketidaknyamanan sesaat.
Latihan menahan diri sejak kecil mengajarkan bahwa ketidaknyamanan bukanlah sesuatu yang harus selalu dihindari.
Lebih jauh lagi, pendekatan ini membekali anak dengan keterampilan hidup mendasar yaitu resiliensi menghadapi stres, tidak mudah tergoda oleh kesenangan sesaat, dan mampu berpikir lebih jernih sebelum bertindak.
Keterampilan ini tidak hanya penting untuk menghindarkan anak dari kecanduan gadget, porn, atau masturbasi kompulsif, tetapi juga membentuk dasar karakter kuat yang diperlukan untuk menjadi individu merdeka dan bertanggung jawab di masa depan.
Membebaskan Anak dari Jeratan Godaan
Mencegah anak jatuh dalam kebiasaan buruk bukan hanya soal melarang atau mengawasi mereka secara ketat. Ini tentang mengajarkan mereka mengenali dan mengendalikan sumber kekuatan sejati: pikiran dan tindakan mereka sendiri.
Gadget, hiburan, atau godaan lainnya adalah bagian dari dunia yang tidak bisa kita hilangkan. Tetapi, kita bisa membekali anak dengan kesadaran bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam, dari kemampuan mengendalikan diri.
Paradigma ini membutuhkan konsistensi, kesabaran, dan contoh nyata dari orang tua dan pendidik. Tapi hasilnya adalah generasi yang bukan hanya “patuh” karena takut, melainkan tangguh karena sadar siapa yang memegang kendali atas hidup mereka.
Mengubah cara kita mendidik tentang pengendalian diri mungkin tidak secepat membatasi layar gadget, tetapi itu jauh lebih dalam dan tahan lama.
Karena, pada akhirnya, masa depan anak-anak kita bergantung bukan pada seberapa canggih teknologi yang mereka miliki, melainkan seberapa kuat mereka mengendalikan diri dalam menghadapi teknologi itu sendiri.[]