Cinta yang Tumbuh dari Empati, Pelajaran dari Hubungan Tak Biasa

Miladiyah Setiawati

Hubungan

CINTA memiliki banyak wajah, dan terkadang ia datang dari arah yang tak disangka-sangka. Inilah yang dialami oleh seorang wanita asal Inggris, ketika dia dan suaminya jatuh cinta satu sama lain—melalui pengalaman yang sangat tidak biasa: membesarkan anak bersama, yang bukan anak kandung mereka, melainkan bayi dari suaminya bersama wanita lain.

Mungkin terdengar pelik, bahkan kontroversial. Namun kisah ini menyimpan banyak lapisan emosi, pengorbanan, dan pembelajaran tentang bagaimana cinta bisa tumbuh dari tempat yang tidak kita bayangkan. Mari kita gali lebih dalam.

Awal yang Rumit

Sang wanita awalnya hanyalah seorang sahabat dari pria yang saat itu baru saja menghadapi hubungan yang gagal. Pria tersebut memiliki seorang bayi dari mantan pasangannya.

Sang ibu kandung bayi itu memilih untuk tidak ikut membesarkannya, sehingga pria ini harus membesarkan sang bayi seorang diri.

Menyaksikan perjuangan itu, sang sahabat menawarkan bantuan—mulai dari hal-hal kecil seperti menemani ke dokter hingga membantu saat malam hari.

Seiring waktu, hubungan mereka tumbuh lebih dalam. Dari rasa empati dan kerja sama membesarkan anak, muncul rasa hormat, kehangatan, dan akhirnya, cinta.

Mereka tak pernah merencanakan hal ini, tetapi kehidupan membawa mereka pada arah yang sama.

Cinta yang Tidak Diniatkan

Yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana cinta tidak datang dengan cara yang klise. Tidak ada adegan romantis yang direncanakan, tidak ada “jatuh cinta pada pandangan pertama”.

Yang ada adalah dua manusia yang saling mendukung dalam momen yang paling rapuh, saling memahami lewat tangis bayi di tengah malam, dan merasakan keintiman dari rutinitas sederhana seperti mengganti popok atau menenangkan anak yang rewel.

Hubungan ini bukan sekadar tentang dua orang dewasa, tetapi tentang membentuk keluarga secara perlahan, dengan fondasi yang dibangun atas rasa tanggung jawab dan kepedulian.

Reaksi Lingkungan dan Tantangan

Tentu saja, kisah ini tidak luput dari penilaian. Banyak yang menganggap aneh, bahkan menghakimi. Bagaimana mungkin seseorang jatuh cinta dengan pria yang memiliki anak dari wanita lain, dan kemudian membesarkan anak itu seperti anak sendiri?

Namun di balik pandangan miring itu, ada kekuatan luar biasa dari seorang wanita yang memilih mencintai bukan hanya pasangannya, tetapi juga anak yang bukan darah dagingnya.

Dan yang lebih hebat lagi, cinta itu dibalas. Mereka akhirnya menjadi keluarga yang solid dan saling mendukung.

Ekspektasi dan Menerima Realita

Kisah ini mungkin terasa tidak biasa di telinga masyarakat Indonesia, yang umumnya memegang erat norma dan struktur keluarga konvensional. Namun, dari cerita ini kita bisa belajar bahwa cinta tidak selalu mengikuti jalan yang sudah digariskan oleh masyarakat.

Dalam konteks budaya kita di Indonesia, kita sering kali terjebak dalam ekspektasi bahwa keluarga harus sempurna, bahwa pasangan harus “bersih dari masa lalu”, atau bahwa cinta hanya layak jika sesuai pakem.

Padahal, kehidupan nyata tidak selalu demikian. Banyak orang tua tunggal, bahkan mungkin di sekitar kita berada, yang menghadapi tantangan luar biasa dalam membesarkan anak.

Tidak sedikit pula yang akhirnya membentuk keluarga baru dengan pasangan yang bersedia mencintai mereka beserta anak-anaknya. Kita perlu lebih banyak ruang untuk memahami, menerima, dan merayakan bentuk-bentuk cinta yang berbeda ini.

Hubungan yang Penuh Empati

Jika ada satu hal yang bisa kita petik dari kisah ini, itu adalah pentingnya empati dalam membangun hubungan.

Ketika kita berhenti menilai masa lalu seseorang dan mulai melihat perjuangan serta ketulusan mereka, kita membuka pintu untuk kemungkinan yang lebih luas: termasuk cinta yang hangat, kuat, dan tulus.

Bagi siapa pun yang sedang menjalani hidup dengan latar belakang yang rumit, kisah ini adalah pengingat bahwa cinta tetap mungkin.

Bahwa membesarkan anak bukan hanya tentang ikatan darah, tapi tentang kehadiran, kasih sayang, dan komitmen jangka panjang.

Dan bahwa keluarga, pada akhirnya, adalah tentang siapa yang hadir, mengantar kepada jalan kebaikan, dan mencintai kita setiap hari—bukan sekadar siapa yang memiliki hubungan biologis.[]

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...