Elitisme di Rumah, Saat Ayah Membentuk Anak Jadi ‘Sosialita Kecil’

Nurselina Abubakar

AyahParenting

SEORANG ibu curhat. Dia merasa bingung dengan perubahan yang dialami oleh anaknya. “Dulu anakku suka main bareng siapa aja. Sekarang, temennya harus yang ‘selevel’. Aku merasa kehilangan mereka…”

Kalimat ini mungkin relate banget buat sebagian orang tua. Dan itulah yang terjadi pada seorang ibu asal Inggris yang kisahnya viral lewat artikel The Telegraph dengan identitas diri yang sengaja disamarkan.

Perempuan ini curhat tentang suaminya yang secara perlahan mengubah anak-anak mereka menjadi snob—alias orang yang hanya mau bergaul dengan ‘yang sekelas’. Bukan karena nilai atau kepribadian, tapi karena status sosial.

Fenomena ini sebenarnya nggak cuma terjadi di Inggris. Di Indonesia pun, bisa dibilang cukup lumrah. Tapi apa dampaknya buat anak? Dan harus bagaimana kita sebagai orang tua menyikapinya?

Elitisme Sosial Racun yang Terasa Manis

Masalah utamanya bukan sekadar soal anak ikut gaya hidup mewah. Tapi tentang bagaimana mereka diajarkan memandang orang lain.

Ketika ayah (atau ibu) mulai menyisipkan kalimat-kalimat seperti, “Main sama dia ngapain sih? Rumahnya aja sempit”, atau, “Kamu cocoknya sekolah di tempat yang anak-anaknya satu level sama kamu”. Apa yang akan terjadi?

Maka, tanpa sadar, dari kalimat kalimat semacam itu kita sedang menanamkan hierarki sosial di kepala mereka. Anak mulai belajar bahwa “aku lebih baik karena aku punya lebih banyak.”

Bahaya jangka panjangnya pun memiliki implikasi yang tidak sederhana, diantaranya, anak akan tumbuh dengan kepribadian arogan.

Anak juga akan sulit bersosialisasi secara sehat, tidak mampu berempati pada mereka yang ‘berbeda’, dan ironisnya, bisa terisolasi dari dunia nyata yang penuh keberagaman.

Semua Anak Terlahir Sama, Orang Tuanya yang Membentuk

Dalam banyak budaya, konsep kesetaraan sosial adalah nilai yang dijunjung tinggi. Islam, Kristen, Hindu, Buddha—semuanya menanamkan pentingnya rendah hati dan empati. Tapi sayangnya, sistem kapitalis modern kerap mengaburkan nilai ini.

Di zaman sekarang, branding sosial jadi sangat kuat. Sekolah mahal, baju branded, liburan ke luar negeri—jadi standar pencapaian orang tua. Akibatnya, anak pun belajar membandingkan dan menilai orang dari apa yang mereka punya, bukan siapa mereka sebenarnya.

Maka tugas tidak ringan orang tua adalah menjadi penyeimbang. Terutama jika salah satu dari pasangan mulai condong ke arah yang keliru.

Bukan Melarang, Tapi Menanamkan Nilai

Menghadapi pasangan yang tanpa sadar menanamkan snobisme memang tricky. Tapi bukan berarti nggak bisa. Berikut pendekatan yang bisa dicoba:

1. Ngobrol dari Hati ke Hati

Jangan langsung menghakimi. Ajak pasangan bicara dari sisi dampaknya ke anak. Tanyakan, “Kita mau anak kita dikenal sebagai pribadi seperti apa?”

2. Fokus pada Nilai, Bukan Barang

Tanamkan nilai ke anak lewat cerita, film, atau aktivitas sosial. Ajak mereka ikut kegiatan volunteer, main ke desa, atau sekadar ngobrol sama orang dari latar belakang berbeda.

3. Jadi Teladan

Anak lebih banyak meniru ketimbang mendengar. Tunjukkan bahwa kamu menghargai siapa pun tanpa melihat status. Mereka akan menyerap itu lebih kuat daripada nasihat.

4. Perbanyak Exposure Beragam

Jangan hanya ajak anak ke mal atau kafe mewah. Ajak juga ke tempat-tempat umum, taman kota, atau warung kaki lima. Ini bisa membangun empati dan kebiasaan melihat semua orang setara.

Menjadi orang tua bukan cuma soal menyediakan fasilitas terbaik, tapi juga mewariskan nilai hidup yang benar. Di tengah dunia yang makin materialistis, anak-anak kita butuh fondasi yang kuat agar tetap membumi.

Jangan biarkan mereka tumbuh jadi “raja kecil” yang merasa lebih tinggi dari orang lain. Karena dunia nyata bukan cuma milik mereka yang punya, tapi juga mereka yang tahu cara menghargai sesama.[]

Baca Juga Lainnya

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Aku Bukan Cuma Ibu, Mencari Jati Diri di Balik Peran Ibu Rumah Tangga

Fiqih Ulyana

PERNAH gak sih kamu ngerasa kayak kehilangan nama sendiri setelah jadi ibu? Tiba-tiba semua orang manggil kamu “Ibunya Aisyah”, “Mamanya ...

Tantangan dan Tren Baru Kepengasuhan 2025 yang Harus Dipahami Orangtua Masa Kini

Parentnial Newsroom

KITA telah menjalani setengah dari awal bulan tahun baru 2025, dan kepengasuhan (parenting) menjadi salah satu aspek kehidupan yang terus ...

Nama Bayi Perempuan Jepang

300 Nama Bayi Perempuan Jepang yang Indah dan Bermakna.

Parentnial Newsroom

Memilih nama bayi adalah keputusan penting yang akan memengaruhi identitas seseorang sepanjang hidup mereka. Proses ini melibatkan berbagai pertimbangan, mulai ...

Katanya Bikin Anak Sukses, Nyatanya 7 Nasihat Ini Cuma Bikin Ribet!

Hasni Rania

PARENTING itu emang nggak ada buku manualnya yang pasti. Tapi, bukan berarti semua nasihat dari orang dulu itu cocok diterapin ...