Kerja Terus Tapi Hampa? Hati-Hati, Itu Bisa Tanda Depresi Tersembunyi

Rahmat Hidayat

Kesehatan

KAMU pernah nggak sih ngerasa hidup kamu tuh “baik-baik aja” di mata orang, tapi di dalam hati kosong banget? Tiap hari kamu bangun, kerja terus, produktif, sibuk banget—tapi semuanya kerasa hampa. Kalau iya, bisa jadi kamu lagi ngalamin yang namanya high-functioning depression.

Mungkin kamu mikir, “Ah, gue kan masih bisa kerja, nongkrong, bahkan ketawa-ketawa. Mana mungkin gue depresi?” Nah, justru itu yang bikin high-functioning depression susah dikenali. Orang-orang yang ngalamin ini biasanya keliatan normal, bahkan sukses, padahal di balik itu mereka struggling parah.

Apa Sih High-Functioning Depression Itu?

High-functioning depression (HFD) bukan istilah medis resmi, tapi sering dipakai buat ngegambarin kondisi di mana seseorang keliatan fine dari luar, tapi sebenernya sedang berjuang secara mental. Biasanya ini mirip sama gangguan depresi ringan (dysthymia), tapi dengan kemampuan untuk tetap “berfungsi” alias tetap produktif dan ngejalanin rutinitas harian.

Menurut Dr. Judith Joseph, seorang psikiater klinis yang viral di TikTok karena edukasi mental health-nya, banyak orang yang tanpa sadar “kabur” dari masalah emosional mereka dengan jadi workaholic. Mereka sibuk banget biar nggak sempat mikir tentang hal-hal yang bikin sedih, trauma, atau stres.

Ciri-Ciri High-Functioning Depression

Biar kamu nggak bingung, ini nih beberapa ciri khas dari orang yang mungkin ngalamin HFD:

  • Terlalu sibuk kerja atau punya banyak kegiatan sampai lupa istirahat
  • Merasa capek terus-menerus walaupun tidur cukup
  • Nggak punya motivasi, tapi tetap “maksa” diri buat produktif
  • Merasa hampa atau nggak puas sama pencapaian sendiri
  • Sering overthinking, tapi ditutupin dengan jokes atau candaan
  • Nggak bisa diem—selalu harus ngelakuin sesuatu supaya nggak mikir

Sounds familiar? Jangan-jangan ini kamu banget.

Kenapa Banyak yang Nggak Sadar?

Masalahnya, di budaya kita—terutama generasi milenial dan Gen Z—kerja keras itu sering dianggap sebagai bentuk kesuksesan. Makin sibuk, makin keren. Padahal, kalau kamu kerja tanpa henti cuma buat ngehindarin perasaan sedih, itu tandanya ada yang nggak beres.

Kadang kita juga takut dibilang “lemah” kalau ngaku lagi down. Jadi kita pura-pura semuanya baik-baik aja. Ini bikin high-functioning depression makin sulit dikenali, bahkan oleh diri kita sendiri.

Bahaya Jangka Panjangnya

Kalau dibiarkan, high-functioning depression bisa berkembang jadi depresi berat. Dan karena orang dengan HFD jarang minta bantuan, mereka berisiko lebih tinggi mengalami burn out, gangguan tidur, kecemasan ekstrem, bahkan pikiran untuk mengakhiri hidup.

Nggak cuma itu, hubungan pribadi bisa rusak karena kita cenderung menarik diri atau gampang marah tanpa sebab. Karir juga bisa kena imbas karena kita kehilangan passion dan akhirnya merasa stuck.

Gimana Cara Ngadepinnya?

Pertama-tama, sadari dan akui perasaan kamu. Kamu nggak harus selalu kuat, kok. Nggak apa-apa kalau lagi ngerasa lelah atau sedih tanpa alasan jelas. Kedua, cari bantuan profesional. Psikokamug atau psikiater bisa bantu kamu ngegali akar masalahnya dan kasih strategi yang sesuai.

Selain itu, kamu juga bisa mulai dari hal-hal kecil kayak:

  • Nulis jurnal harian buat melacak mood dan pikiran
  • Kurangin kerja lembur yang nggak perlu
  • Luangin waktu buat me-time atau ngelakuin hobi
  • Ngobrol sama temen yang kamu percaya

Dan yang paling penting: jangan ngeremehin perasaan kamu sendiri. Cuma karena kamu masih bisa “berfungsi”, bukan berarti kamu baik-baik aja.

Ingat, high-functioning depression itu nyata, dan bisa kejadian sama siapa aja—termasuk kamu yang kelihatannya paling sibuk dan paling kuat. Jadi, kalau kamu ngerasa hidup kamu cuma “jalan aja” tapi hati kamu kosong, jangan anggap remeh.

Ingat, kamu berhak buat bahagia, bukan cuma survive.

Kalau kamu suka artikel ini, boleh banget share ke temen-temen kamu. Siapa tau mereka juga lagi butuh baca ini. Dan kalau kamu merasa relate, yuk mulai peduli sama kesehatan mental kamu dari sekarang.[]

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...