
“KAMU nggak bisa jadi orang tua yang baik kalau tiap hari teriak-teriak ke anak!”
Kalimat itu mungkin bikin sebagian orang tua langsung defensif. Tapi tunggu dulu—gimana kalau ternyata ada cara yang lebih efektif untuk bikin anak nurut, tanpa ancaman, bentakan, atau hukuman?
Di tengah kesibukan kerja, tekanan sosial, dan ekspektasi tinggi terhadap anak, banyak orang tua merasa kewalahan.
Baca Juga
Niat hati ingin jadi orang tua terbaik, tapi realita berkata lain: anak tantrum di mall, nggak mau makan, malas belajar, hingga sulit diatur. Emosi pun meledak. Suara meninggi, tangan mulai “gatal”, dan rasa bersalah datang belakangan.
Dalam era digital yang penuh distraksi, tekanan, dan tantangan, orang tua masa kini dihadapkan pada satu pertanyaan besar yakni bagaimana cara mendidik anak agar tetap disiplin, bahagia, dan berempati?
Nah, salah satu pendekatan yang mulai banyak mendapat perhatian adalah gentle parenting—sebuah metode pengasuhan yang menolak kekerasan verbal maupun fisik, dan menekankan empati, komunikasi terbuka, serta batasan yang sehat.
Apa Itu Gentle Parenting?
Gentle parenting bukan berarti membiarkan anak melakukan apa pun sesuka hati. Justru sebaliknya, pendekatan ini berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk memahami konsekuensi, belajar tanggung jawab, dan tumbuh menjadi pribadi yang peduli serta sadar diri.
Metode ini berakar pada tiga nilai utama, yaitu empati, penghargaan, dan bimbingan. Jadi alih-alih berteriak atau menghukum, orang tua diajak untuk memahami perasaan anak, memberi contoh, dan membangun komunikasi dua arah.
Beberapa dekade lalu, metode “anak harus patuh tanpa banyak tanya” menjadi standar. Namun seiring berkembangnya ilmu psikologi anak, banyak riset menunjukkan bahwa hukuman keras justru menciptakan trauma jangka panjang, mengikis kepercayaan diri anak, bahkan bisa berdampak negatif pada relasi anak dan orang tua saat dewasa.
Gentle parenting hadir sebagai respons terhadap pola pengasuhan otoriter yang kaku. Pendekatan ini memungkinkan anak tumbuh dengan lebih sadar akan emosi mereka, lebih percaya diri, dan punya hubungan yang lebih sehat dengan orang tuanya.
Tantangan Gentle Parenting
Tentu saja, gentle parenting bukan tanpa tantangan. Dalam hal ini, tidak sedikit orang tua merasa kesulitan karena kurangnya waktu dan energi. Di tengah kesibukan kerja, kadang sulit untuk selalu tenang dan sabar menghadapi tantrum anak.
Tantangan lainnya adalah tekanan dari lingkungan. Tidak sedikit orang tua yang mendapat kritik karena dianggap “terlalu lembek” atau “membiarkan anak manja”.
Rintangan yang tak kalah berat adalah kurangnya pemahaman. Banyak yang mengira gentle parenting sama dengan permisif parenting—padahal keduanya sangat berbeda.
Hasil Tidak Instan Tapi Bisa Diterapkan
Gentle parenting bukanlah metode instan. Namun, dengan niat dan usaha berkelanjutan, metode ini sangat bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa tips praktis:
1. Kenali Emosi Anak (dan Diri Sendiri)
Sebelum bereaksi, ambil jeda untuk memahami perasaan anak. Anak yang marah atau menangis biasanya sedang kesulitan mengekspresikan diri. Tanggapi dengan tenang dan terbuka.
2. Gunakan Bahasa yang Positif
Alih-alih berkata “jangan lari!”, coba katakan “jalan pelan-pelan ya, biar nggak jatuh.” Pilihan kata yang tepat bisa membuat anak merasa dihargai dan lebih mudah memahami batasan.
3. Konsisten Tapi Fleksibel
Anak butuh struktur yang jelas, tapi juga ruang untuk bereksplorasi. Buat aturan yang tegas tapi masuk akal, dan bersikap fleksibel saat keadaan memerlukan.
4. Jadilah Contoh Nyata
Anak belajar dari melihat. Jika ingin anak bersikap sopan dan penuh empati, maka orang tua pun harus menunjukkan hal itu dalam kehidupan sehari-hari.
5. Self-care untuk Orang Tua
Mengasuh anak dengan empati memerlukan energi yang besar. Pastikan orang tua juga punya waktu untuk istirahat, healing, atau sekadar melakukan hal yang disukai. Orang tua yang bahagia lebih mampu menciptakan lingkungan yang sehat untuk anak.
Investasi Emosional Jangka Panjang
Meski istilah gentle parenting sering terdengar seperti tren media sosial, sebenarnya ini adalah bentuk investasi jangka panjang dalam hubungan orang tua dan anak.
Pola asuh ini menumbuhkan kepercayaan, memperkuat koneksi emosional, dan membentuk karakter anak yang tidak hanya cerdas secara akademis, tapi juga tangguh secara emosional.
Dalam pada itu, berbagai dinamika kepengasuhan, termasuk metode gentle parenting, mengajarkan satu hal penting bahwa anak bukanlah proyek, tapi manusia utuh yang sedang belajar tentang dunia. Dan sebagai orang tua, kita bukan hanya pengarah, tapi juga teman belajar mereka.[]