
KESEHATAN adalah harta yang sering kali baru kita sadari nilainya ketika ia mulai memudar.
Kisah Justin Pham, seorang pria asal Los Angeles yang didiagnosis menderita gagal ginjal dan gagal jantung di usia 30-an, menjadi cermin bagi kita semua.
Dalam wawancaranya dengan Newsweek, Pham mengaku sering mengabaikan gejala awal seperti kulit gatal, kram kaki, muntah, sesak napas, dan urin berbusa.
Baca Juga
Gejala-gejala ini, yang tampak sepele, ternyata merupakan sinyal tubuh yang berteriak meminta perhatian.
Kisah ini mestinya mendorong kita untuk semakin peduli pada tubuh kita dan peka terhadap sinyal tanda tanda yang dikirimkan, alih alih kita sering mengabaikan tubuh kita sendiri.
Satu hal yang juga tak boleh diabaikan adalah bagaimana pola hidup modern berkontribusi pada krisis kesehatan di usia muda. Mari kita coba telaah bersama.
Menyimak Tubuh dan Gejala yang Terlewat
Tubuh manusia adalah sistem yang luar biasa, dirancang untuk memberikan peringatan dini ketika sesuatu tidak beres.
Dalam kasus Pham, gejala seperti kram otot, urin berbusa, dan sesak napas adalah tanda-tanda gangguan ginjal dan jantung.
Blake Shusterman, seorang nefrologis, mengatakan kepada Newsweek, gejala ini sering diabaikan karena dianggap sebagai ketidaknyamanan biasa atau akibat kelelahan.
Namun, ketidakseimbangan elektrolit, penumpukan racun, dan tekanan darah tinggi—yang merupakan pemicu utama gagal ginjal setelah diabetes—tidak muncul secara tiba-tiba. Mereka berkembang perlahan, sering kali diperparah oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Kita barangkali langsung teringat pengalaman pribadi ketika sering mengabaikan rasa lelah berkepanjangan, menganggapnya sebagai konsekuensi dari rutinitas yang padat.
Namun, kisah Pham mengingatkan kita bahwa tubuh tidak berbohong. Gejala kecil seperti kelelahan, bengkak di kaki, atau perubahan pola buang air kecil adalah undangan untuk mendengarkan tubuh dengan lebih saksama.
“Mendengarkan” tanda tanda ini sejalan dengan konsep self-awareness dalam kesehatan preventif, yang menekankan pentingnya kesadaran diri terhadap perubahan fisik sebagai langkah awal pencegahan penyakit kronis.
Masa Kini dan Krisis Kesehatan di Usia Produktif
Kisah Pham bukanlah kasus terisolasi. Data dari BPJS Kesehatan, seperti kami kutip dari LKBN Antara, menunjukkan peningkatan kasus gagal ginjal kronis di kalangan usia muda, dengan biaya pengobatan mencapai Rp11 triliun pada 2024.
Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan gaya hidup tidak sehat menjadi pemicu utama.
Di era modern, di mana budaya hustle dan konsumsi makanan olahan mendominasi, kesehatan sering kali menjadi prioritas kedua.
Minuman berenergi, makanan tinggi natrium, dan kurangnya aktivitas fisik mempercepat kerusakan organ vital seperti ginjal dan jantung.
Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa tekanan sosial untuk tetap produktif sering kali membuat kita mengabaikan sinyal tubuh.
Pham, misalnya, tidak menyadari bahwa riwayat hipertensi dalam keluarganya meningkatkan risikonya.
Kurangnya literasi kesehatan, ditambah dengan stigma bahwa penyakit kronis hanya menyerang usia lanjut, memperburuk situasi.
Maka dalam ini, pendidikan kesehatan menjadi sangat krusial. Kampanye kesadaran tentang gejala awal penyakit kronis dapat menjadi model untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat.
Belajar dari Kesalahan
Saat membaca kisah Pham, kita mungkin segera merenungkan kebiasaan diri sendiri. Seberapa sering kita memilih minuman manis daripada air putih?
Seberapa sering kita menunda pemeriksaan kesehatan karena “terlalu sibuk”? Kisah Pham ini mengajarkan bahwa kesehatan bukanlah sesuatu yang bisa ditunda.
Pham kini menjalani dialisis peritoneal 10 jam sehari dan menunggu transplantasi ginjal—konsekuensi dari gejala yang diabaikan selama bertahun-tahun.
Namun, di balik penderitaannya, ada pelajaran berharga: masih ada waktu untuk berubah.
Kita akhirnya mulai memahami bahwa menjaga kesehatan bukan hanya tentang menghindari penyakit, tetapi juga tentang menghormati tubuh sebagai anugerah.
Langkah kecil seperti minum cukup air, mengurangi makanan olahan, dan rutin memeriksakan tekanan darah dapat membuat perbedaan besar.
Dalam perspektif akademik, ini sejalan dengan pendekatan preventive healthcare, yang menekankan pencegahan melalui perubahan gaya hidup dan deteksi dini.
Waktu untuk Bertindak
Kisah Justin Pham adalah panggilan untuk bangun dan sadar mengenai betapa pentingnya mencegah daripada mengobati.
Gagal ginjal dan gagal jantung di usia muda bukanlah takdir, melainkan konsekuensi dari pilihan dan ketidakpedulian.
Kita hidup di era di mana informasi kesehatan tersedia di ujung jari, namun ironisnya, banyak dari kita masih memilih untuk mengabaikan gejala tubuh.
Refleksi ini mengajak kita untuk mendengarkan tubuh dengan penuh kesadaran, memprioritaskan kesehatan di tengah kesibukan, dan meningkatkan literasi kesehatan untuk mencegah krisis serupa.
Mari kita jadikan kisah Pham sebagai “alarm” bahwa tubuh adalah sahabat yang setia, tetapi juga rapuh.
Dengan mendengarkan sinyalnya, kita tidak hanya menyelamatkan diri dari penderitaan, tetapi juga memberi diri kesempatan untuk hidup lebih bermakna.
Mulailah hari ini—dengan segelas air putih, langkah kecil menuju pemeriksaan kesehatan, atau sekadar jeda untuk bernapas dan bersyukur atas tubuh yang masih berjuang untuk kita.[]