Pemerintah Perlu Terlibat Aktif Bangun Kesehatan Mental Bayi

Ainuddin Chalik

Kesehatan

KESEHATAN mental sering kali dikaitkan dengan remaja atau orang dewasa. Namun, sebuah inisiatif terbaru dari Children’s Hospital Los Angeles (CHLA) mengubah perspektif ini dengan menyoroti pentingnya kesehatan mental sejak bayi baru lahir.

CHLA meluncurkan program “Stein Tikun Olam Early Connections” yang bertujuan untuk menyediakan layanan kesehatan mental bagi bayi dan keluarga mereka.

Dengan dukungan dana sekitar 420 miliar lebih dari Tikun Olam Foundation, program ini akan memperluas layanan kesehatan mental kepada sekitar 30.000 anak usia 0–3 tahun setiap tahunnya.

Program ini tidak hanya fokus pada bayi, tetapi juga pada hubungan antara orang tua dan anak.

Dengan pendekatan multidisiplin, tim kesehatan mental di CHLA bekerja sama untuk memberikan perawatan komprehensif yang memperkuat ikatan keluarga dan mendukung perkembangan emosional anak sejak dini.

Mengapa Kesehatan Mental Bayi Penting?

Bayi, meskipun belum dapat berbicara, bisa merasakan dan merespons lingkungan mereka. Stres, trauma, atau gangguan dalam hubungan dengan pengasuh dapat memengaruhi perkembangan otak dan emosional mereka.

Karenanya, intervensi dini dapat mencegah masalah kesehatan mental di masa depan dan mendukung perkembangan yang sehat.

Di Indonesia, perhatian terhadap kesehatan mental bayi masih terbatas. Fokus utama sering kali pada kesehatan fisik, sementara aspek emosional dan psikologis kurang mendapat perhatian.

Kurangnya kesadaran, sumber daya, dan tenaga profesional menjadi tantangan utama. Namun, ada peluang besar untuk mengintegrasikan pendekatan seperti CHLA ke dalam sistem kesehatan Indonesia.

Dengan memperkuat program pendidikan bagi orang tua, pelatihan bagi tenaga kesehatan, dan kampanye kesadaran masyarakat, Indonesia dapat mulai membangun fondasi untuk mendukung kesehatan mental sejak dini.

Perlunya Intervensi Pemerintah

Dalam upaya mencetak generasi unggul, pemerintah telah memulai langkah progresif melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai respons terhadap tantangan gizi buruk dan stunting.

Namun, membangun manusia Indonesia yang sehat tidak cukup hanya dari sisi fisik.

Perhatian yang serius terhadap kesehatan mental—terutama sejak usia dini—adalah fondasi tak tergantikan bagi terciptanya masyarakat yang tangguh, mandiri, dan berkeadilan.

Langkah awal yang dapat diambil pemerintah adalah dengan menyemai pemahaman tentang pentingnya kesehatan mental bayi melalui kelas prenatal dan posnatal.

Pengetahuan ini perlu dijadikan bagian dari pendidikan dasar bagi para orang tua, agar sejak awal mampu membangun ikatan emosional yang sehat dengan anak-anak mereka.

Tak kalah penting, tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, dan dokter anak perlu dibekali pelatihan khusus untuk mendeteksi gejala awal gangguan psikologis pada bayi. Dengan demikian, intervensi dapat dilakukan lebih dini, mencegah risiko berkelanjutan di masa depan.

Kampanye publik yang masif dan berkelanjutan melalui media juga merupakan strategi penting dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat. Kesehatan mental perlu diangkat sejajar dengan kesehatan fisik dalam narasi kebijakan publik.

Melalui kerja sama lintas sektor—baik dengan lembaga pemerintah, dunia usaha, maupun komunitas lokal—kita bisa mendorong integrasi layanan kesehatan mental ke dalam sistem kesehatan ibu dan anak yang sudah berjalan.

Dengan pendekatan yang holistik dan inklusif, Indonesia tidak hanya sedang menyiapkan generasi cerdas, tetapi juga generasi yang utuh secara jiwa dan raga.

Kesehatan mental bayi adalah fondasi bagi perkembangan anak yang sehat. Inisiatif seperti yang dilakukan oleh CHLA menunjukkan bahwa dengan perhatian dan sumber daya yang tepat, kita dapat mendukung kesehatan mental sejak awal kehidupan.

Tentu saja Indonesia memiliki kesempatan untuk belajar dan mengadaptasi pendekatan ini demi masa depan generasi yang lebih sehat dan bahagia.[]

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...