
TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia.
Setidaknya, itulah yang mencuat saat menelaah data pernikahan dan perceraian di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2024.
Bukan sekadar barisan angka, melainkan data itu menjadi potret sosial yang mencerminkan dinamika cinta, komitmen, dan realitas kehidupan rumah tangga di daerah ini. Mari kita telaah lebih dalam.
Baca Juga
Berdasarkan data yang dikutip dari laman Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Kalimantan Timur mencatat total 20.940 pernikahan dan 6.216 perceraian sepanjang tahun 2024.
Data tersbeut berasal dari sepuluh kabupaten/kota yang tersebar di wilayah ini. Jika dipresentasekan, maka sekitar 29,69% dari jumlah pasangan yang menikah akhirnya berujung pada perceraian di tahun yang sama.
Angka ini, meskipun tidak dapat disimpulkan sebagai rasio perceraian langsung (karena pasangan bisa menikah dan bercerai di tahun yang berbeda), tetap memberi gambaran umum yang signifikan tentang stabilitas rumah tangga.
Mari kita bedah data per wilayah:
Kota dengan Pernikahan Tertinggi
Kota Samarinda memimpin dengan jumlah pernikahan terbanyak yaitu 4.919 pasangan, disusul oleh Kutai Kartanegara dengan 4.207, dan Kota Balikpapan dengan 3.797.
Ketiga kota ini adalah wilayah dengan konsentrasi penduduk dan aktivitas ekonomi yang relatif tinggi, yang secara alami mencerminkan angka pernikahan yang besar.
Namun, tingginya angka pernikahan ini juga diikuti oleh tingginya angka perceraian.
Samarinda, misalnya, mencatat 1.521 perceraian (378 cerai talak dan 1.143 cerai gugat), menjadikannya kota dengan perceraian tertinggi di Kalimantan Timur. Artinya, sekitar 30,91% dari pasangan yang menikah di Samarinda bercerai di tahun yang sama.
Daerah dengan Persentase Perceraian Tertinggi
Hal yang mencolok justru muncul dari wilayah kecil seperti Mahakam Ulu. Meskipun hanya mencatat 34 pernikahan, jumlah perceraiannya mencapai 1.397 kasus (362 cerai talak dan 1.035 cerai gugat).
Ini menunjukkan bahwa perceraian di Mahakam Ulu tidak berasal dari pasangan yang menikah di tahun 2024 saja, tetapi merupakan akumulasi dari pernikahan tahun-tahun sebelumnya.
Dengan jumlah perceraian yang bahkan melampaui jumlah pernikahan, Mahakam Ulu patut menjadi sorotan dalam hal kestabilan keluarga.

Daerah dengan Stabilitas Rumah Tangga Tinggi
Sebaliknya, Kutai Barat mencatat 571 pernikahan dan hanya 149 perceraian. Ini menjadikan rasio perceraian terhadap pernikahan hanya sekitar 26,09%, relatif lebih rendah dibanding wilayah lainnya. Kota Bontang juga menunjukkan angka serupa dengan 828 pernikahan dan 287 perceraian (rasio sekitar 34,66%).
Perbandingan Cerai Talak dan Cerai Gugat
Hampir di semua wilayah, jumlah cerai gugat (yang diajukan oleh istri) lebih tinggi dibanding cerai talak (yang diajukan oleh suami). Ini terlihat jelas di Kutai Kartanegara (878 gugat vs. 253 talak), Kutai Timur (407 gugat vs. 160 talak), Samarinda (1.143 gugat vs. 378 talak), hingga Berau (342 gugat vs. 115 talak). Pola ini bisa menjadi indikasi bahwa perempuan di Kalimantan Timur semakin berani mengambil langkah hukum untuk keluar dari pernikahan yang tidak sehat.
Daerah Tanpa Data Perceraian Lengkap
Kota Balikpapan menunjukkan kekosongan data untuk cerai talak dan cerai gugat. Namun, jumlah pernikahannya tergolong tinggi (3.797), sehingga ketidaklengkapan ini menjadi catatan penting bagi validitas data statistik.
Menurut Plh Panitera Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, Rumaidi, seperti kami kutip dari media lokal yang berbasis di Samarinda, Koran Nusantara, penyebab utama perceraian di Kaltim adalah perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus dalam rumah tangga. Hal ini menjadi pemicu utama retaknya banyak pernikahan di berbagai daerah.
Namun, ia juga menyebutkan beberapa penyebab lain yang kerap muncul, antara lain salah satu pihak meninggalkan pasangan, masalah ekonomi, dan karena poligami tanpa izin.
Sebagai bentuk pencegahan, Rumaidi menyatakan bahwa Pengadilan Agama berupaya keras untuk melakukan mediasi sebelum proses sidang dimulai.
“Pihak pengadilan menyiapkan mediator untuk membantu pasangan yang berselisih agar mereka bisa mempertimbangkan kembali keputusan mereka. Tapi, keputusan tetap di pasangan suami istri,” tutupnya.
Ada Dinamika Sosial Baru
Data pernikahan dan perceraian di Kalimantan Timur tahun 2024 menunjukkan pola yang kompleks, seperti adanya daerah dengan jumlah penduduk besar cenderung mencatat pernikahan dan perceraian yang tinggi, sementara daerah kecil seperti Mahakam Ulu menyimpan anomali statistik yang layak ditelaah lebih lanjut.
Rasio cerai gugat yang lebih tinggi dari cerai talak menunjukkan adanya dinamika sosial baru, di mana perempuan tidak lagi pasif dalam menghadapi konflik rumah tangga. Hal ini mencerminkan peningkatan kesadaran hukum dan kemandirian perempuan di Kalimantan Timur.
Maka, berkenaan dengan konklusi analisa sederhana ini, dapat disampaikan beberapa saran untuk merespon dinamika tersebut.
Pertama, pemerintah daerah perlu memperkuat layanan konseling pra dan pasca nikah, terutama di kota-kota besar seperti Samarinda dan Kutai Kartanegara.
Kedua, lembaga keagamaan dan sosial di Mahakam Ulu perlu melakukan investigasi mendalam terhadap tingginya angka perceraian yang sangat tidak proporsional terhadap angka pernikahan.
Dan, terakhir peningkatan edukasi keluarga dan literasi hukum bagi masyarakat umum dapat menjadi langkah preventif untuk menekan angka perceraian di masa mendatang.
Faktor sosial, ekonomi, dan budaya kemungkinan besar berperan dalam perubahan ini, dan langkah mediasi pengadilan menjadi titik terang untuk masa depan yang lebih harmonis.[]