Sebenarnya Anak Sukses itu Bukan Karena Bakat, Tapi karena ini …

Muhammad Hidayat

Anak

PERNAH kepikiran nggak, kenapa anak yang kelihatannya biasa-biasa aja bisa jadi luar biasa? Sementara yang sejak kecil dicap “berbakat” malah tumbuh biasa aja? Jawabannya mengejutkan, dan mungkin akan mengubah cara kamu membesarkan anak selamanya.

Psikolog Adam Grant pernah menyampaikan pandangannya soal ini yang kemudian memantik diskusi hangat. Menurutnya, anak-anak yang tidak terlihat “berbakat alami” justru punya peluang besar untuk sukses di masa depan.

Kenapa bisa begitu? Yuk, kita bongkar satu per satu!

Bakat Itu Bonus, Bukan Penentu

Dalam budaya populer, kita sering banget mengagungkan bakat. Anak yang bisa main piano di usia 4 tahun langsung dilabeli “jenius.” Yang lancar coding sejak SD dibilang “next Zuckerberg.” Padahal, menurut Grant, bakat hanyalah permulaan, bukan jaminan.

Faktanya, anak-anak yang sejak awal tidak diberi label “berbakat” justru punya ruang lebih luas untuk belajar, gagal, dan bangkit.

Mereka ini tidak terpaku pada ekspektasi tinggi, sehingga lebih fleksibel dalam membentuk karakter: tahan banting, pekerja keras, dan punya mental tangguh.

Grit Lebih Kuat dari Gift

Profesor psikologi di University of Pennsylvania, Angela Lee Duckworth, pernah memperkenalkan istilah grit—kombinasi dari passion dan kegigihan jangka panjang. Dan, Grant seolah menegaskan hal itu, bahwa, anak yang tekun akan mengalahkan anak yang hanya mengandalkan bakat.

Jadi, saat anak kamu merasa kesulitan di sekolah atau belum menemukan “bakat emas”-nya, jangan buru-buru panik. Justru ini saatnya kamu sebagai orang tua memberi ruang dan dukungan yang tepat untuk membangun daya juang mereka.

Orang Tua, Stop Jadi “Penentu Takdir”

Masalah terbesar sebenarnya bukan terletak pada anak, tapi pada ekspektasi orang tua. Banyak orang tua secara tidak sadar “mengunci” potensi anak sejak dini.

Misalnya, kalau anak nggak jago matematika sejak TK, langsung dibilang “ya udah, anaknya emang nggak kuat di pelajaran kalkulus.” Padahal, kemampuan berkembang seiring waktu dan pengalaman.

Orang tua yang terlalu cepat melabeli anak justru membatasi pertumbuhannya. Anak yang percaya bahwa mereka “nggak berbakat” akan berhenti mencoba, bahkan sebelum memulai.

Fokus ke Proses, Bukan Hasil

Salah satu insight paling keren dari Adam Grant adalah tentang pentingnya membentuk kebiasaan belajar dan kerja keras daripada sekadar mengejar hasil instan.

Anak-anak yang dibiasakan fokus pada proses—entah itu latihan menggambar, belajar menulis, atau mencoba eksperimen sains—lebih mudah menyesuaikan diri dengan tantangan hidup.

Jadi, alih-alih bertanya “Nilaimu berapa?”, coba ubah pertanyaan menjadi, “Kamu belajar apa dari tugas ini?” atau, “Bagian mana yang menurutmu paling menantang?”

Cara Menumbuhkan Mentalitas Tumbuh pada Anak

Kalau kamu ingin membesarkan anak yang sukses, tanpa harus bergantung pada bakat alami, berikut beberapa langkah yang bisa kamu terapkan.

Pertama, berikan dia ruang untuk gagal. Jangan buru-buru menyelamatkan anak dari kesalahan. Biarkan mereka belajar bangkit. Kedua, hargai usaha, bukan hasil. Rayakan proses belajarnya, bukan hanya trofi atau ranking.

Langkah Ketiga, tumbuhkan rasa ingin tahunya. Dorong anak untuk bertanya dan mengeksplorasi banyak hal. Terakhir, dan ini yang paling penting: jadilah role model. Tunjukkan bahwa kamu juga terus belajar dan berkembang.

Setiap Anak Punya Potensi

Yang menarik, isu ini bukan cuma terjadi di Indonesia. Di banyak negara maju, tekanan terhadap anak untuk “menonjol” sejak dini juga menciptakan krisis identitas dan mental. Anak-anak jadi takut gagal, takut mengecewakan orang tua, dan akhirnya kehilangan semangat belajar.

Dengan memahami bahwa sukses bukan soal siapa yang tercepat, tapi siapa yang terus berjalan, kita bisa menciptakan generasi baru yang lebih kuat, lebih adaptif, dan siap menghadapi dunia yang berubah cepat.

Jadi, kalau hari ini kamu melihat anakmu belum menunjukkan “bakat spesial” — itu bukan kekurangan. Itu peluang emas. Karena anak-anak yang tumbuh dengan perjuangan justru jadi pemimpin masa depan yang tahu arti kerja keras, kegigihan, dan ketekunan.[]

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...