
KARENA dianggap biasa, memberi smartphone kepada anak sering kali dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan perlu.
Banyak orang tua merasa bahwa ponsel bisa menjadi alat bantu belajar, hiburan, atau sekadar sarana komunikasi. Namun, para ahli menyarankan untuk tidak terburu-buru.
Menunda pemberian smartphone kepada anak justru bisa memberikan dampak positif bagi perkembangan emosional, sosial, dan intelektual mereka.
Baca Juga
Anak Belum Siap secara Emosional
Anak-anak, khususnya di usia SD hingga awal SMP, masih dalam tahap perkembangan emosional yang sangat penting.
Pada usia ini mereka masih belajar mengenali dan mengelola emosi, membangun kepercayaan diri, serta memahami nilai-nilai sosial.
Ketika mereka terlalu cepat terpapar dunia digital melalui smartphone, risiko gangguan emosional bisa meningkat.
Konten yang tidak sesuai usia, tekanan sosial dari media sosial, dan paparan cyberbullying bisa berdampak serius pada kesejahteraan mental anak.
Menghambat Perkembangan Sosial
Salah satu dampak nyata dari penggunaan smartphone secara dini adalah berkurangnya interaksi sosial langsung.
Anak yang sibuk dengan layar cenderung mengurangi waktu bermain dengan teman sebaya.
Padahal, aktivitas bermain secara langsung sangat penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, empati, dan kerja sama.
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang terlalu sering menggunakan perangkat digital cenderung mengalami kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat. Mereka juga lebih rentan mengalami kesepian dan isolasi sosial.
Risiko Ketergantungan dan Gangguan Belajar
Smartphone bisa menimbulkan kecanduan, bahkan pada anak-anak. Aplikasi yang dirancang untuk menarik perhatian, seperti game atau media sosial, membuat anak sulit melepaskan diri.
Akibatnya kemudian, adalah mereka bisa kehilangan fokus dalam belajar, kurang tidur, bahkan mengalami perubahan perilaku.
Anak-anak yang terlalu sering menggunakan smartphone juga cenderung mengalami penurunan kemampuan kognitif, terutama dalam hal konsentrasi, memori, dan penyelesaian masalah. Hal ini tentu berdampak pada prestasi akademik mereka.
Dampak terhadap Kesehatan Fisik
Selain dampak psikologis dan sosial, penggunaan smartphone secara berlebihan juga berdampak pada kesehatan fisik.
Anak-anak yang sering menatap layar terlalu lama bisa mengalami gangguan mata, sakit kepala, hingga masalah postur tubuh akibat posisi duduk yang buruk.
Disamping itu, aktivitas fisik mereka pun akan menurun, yang bisa berkontribusi terhadap masalah kesehatan seperti obesitas.
Residu Pandemi Covid Menyisakan Masalah
Di banyak tempat di Indonesia bahkan hingga pelosok desa, penggunaan smartphone oleh anak-anak meningkat drastis, terutama sejak pandemi COVID-19.
Di masa pandemi banyak orang tua harus menyesuaikan diri dengan memberikan ponsel dengan dalih untuk keperluan sekolah daring.
Namun, kebiasaan screen time ini terus berlanjut bahkan setelah pembelajaran tatap muka kembali normal. Inilah yang saya kira salah satu dari residu “negatif” dari pandemi COVID-19.
Sayangnya, belum semua orang tua memahami risiko penggunaan smartphone secara dini. Banyak yang merasa bahwa dengan ponsel, anak akan lebih mudah diatur atau diam di rumah.
Padahal, sekali lagi, tanpa pengawasan yang memadai, anak bisa terpapar konten yang tidak aman, seperti kekerasan, pornografi, atau ujaran kebencian.
Selain itu, kurangnya edukasi digital bagi orang tua dan guru juga menjadi tantangan tersendiri. Tanpa panduan yang jelas, anak-anak menjadi lebih bebas menjelajah dunia maya tanpa batasan.
Lantas, Kita Harus Bagaimana?
Memberikan smartphone kepada anak sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan matang. Berikut beberapa saran yang bisa diterapkan oleh orang tua:
1. Tunda Sebisa Mungkin
Idealnya, anak baru menggunakan smartphone secara pribadi di usia remaja (13 tahun ke atas), saat mereka sudah mulai memahami tanggung jawab dan risiko digital
2. Gunakan Perangkat Bersama
Jika anak perlu menggunakan gawai untuk belajar, gunakan tablet atau komputer bersama orang tua. Batasi waktu dan pastikan konten sesuai usia.
3. Ajarkan Literasi Digital Sejak Dini
Anak perlu dibekali pemahaman tentang etika bermedia, keamanan siber, serta bagaimana bersikap bijak di dunia maya.
4. Bangun Komunikasi Terbuka
Buat anak nyaman berbicara jika mereka mengalami hal tidak menyenangkan di internet. Ini bisa menjadi benteng awal dari ancaman dunia digital.
5. Libatkan Sekolah
Pendidikan literasi digital seharusnya menjadi bagian dari kurikulum. Kolaborasi antara guru dan orang tua sangat penting.
Intinya, bahwa, smartphone bukanlah musuh, namun jika digunakan tanpa batasan dan pengawasan, bisa menjadi bumerang bagi tumbuh kembang anak.
Maka, mari kita bijak dan penuh cinta dalam mengambil keputusan. Anak-anak membutuhkan perhatian, bimbingan, dan ruang bermain yang sehat—bukan sekadar layar yang terang.[]