Beginilah Modus Predator Seks di Jepara untuk Jalankan Aksinya, Bikin Elus Dada!

Parentnial Newsroom

BeritaTrue Story

Ditreskrimum Polda Jawa Tengah melakukan penggeledahan rumah terduga pelaku penyalahgunaan seksual berinisial S (21) di Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara (Foto: Media Hub/ polri.go.id)

KASUS yang mencuat dari Jepara ini betul betul membuat bulu kuduk kita meremang.

Seorang pria berusia 21 tahun menyewa kamar kos harian dengan tarif Rp30 ribu per jam—sebagai modus untuk melampiaskan nafsu bejatnya kepada anak-anak di bawah umur.

Korbannya sudah 31 orang. Semuanya anak anak. Pelaku menyewa kamar kos yang berada di Desa Langon, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.

Dia sendiri merupakan warga Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara. Jarak kos dengan rumah pelaku sekitar 14 kilometer atau waktu tempuh 22 menit.

Ia disebut-sebut kecanduan konten porno, yang kemudian mendorongnya menjadi predator nyata di dunia nyata.

Peritsiwa ini bukan lagi sekadar berita kriminal biasa; ini alarm keras bagi kita semua bahwa predator ada di sekitar, menyelinap di ruang-ruang yang kita anggap aman.

Dalam kasus ini, pelaku merekrut korban dengan bujuk rayu murahan, lalu mengeksekusi aksinya di kamar kos yang disewa secara fleksibel, murah, dan tanpa pengawasan ketat.

Pertanyaannya, bagaimana ruang-ruang ini bisa menjadi zona bebas hukum? Mengapa predator bisa leluasa menggunakan fasilitas publik untuk merusak masa depan anak-anak bangsa?

Pornografi Bukan Lagi Isu Moral, Tapi Keamanan Publik

Dalam keterangannya kepada polisi, predator seks Jepara ini mengaku mengoleksi dan kecanduan menonton pornografi sebelum akhirnya berani mengambil langkah kriminal di dunia nyata.

Hal ini membuka kotak pandora yang selama ini ditutup rapat dengan dalih kebebasan berekspresi di dunia digital.

Akses ke konten porno di Indonesia sangat mudah—cukup ketik dua kata di mesin pencari, dalam hitungan detik ribuan video tersaji.

Regulasi memang ada. Kominfo berkali-kali menyatakan telah memblokir jutaan situs bermuatan pornografi.

Tapi mari jujur: di tingkat akar rumput, pelajar SD pun tahu cara menggunakan VPN untuk menembus blokir itu.

Disinilah dilema besar yang pemerintah harus hadapi, apakah kita akan terus membiarkan arus pornografi mengalir deras di masyarakat dengan konsekuensi lahirnya predator baru?

Ataukah, saatnya negara benar-benar turun tangan, bukan hanya memblokir, tapi juga menanamkan literasi digital dan pendidikan seks yang sehat sejak dini?

Jepara Adalah Alarm, Bukan Insiden Tunggal

Yang terjadi di Jepara bukan kebetulan. Boleh jadi ia adalah buah dari pembiaran sistemik.

Di saat negara sibuk memperdebatkan soal sensor film atau larangan aplikasi tertentu, predator seks tumbuh subur di ruang digital gelap yang dibiarkan menganga.

Riset membuktikan bahwa konsumsi pornografi berlebihan dapat mengikis empati dan mendorong perilaku agresif seksual.

Di negara-negara maju, isu ini sudah lama menjadi perdebatan serius.

Tapi di Indonesia, wacana soal pornografi masih terjebak antara moral agama dan sekadar pelarangan situs, tanpa menyentuh akar persoalan yaitu pengawasan yang benar-benar efektif.

Kasus di Jepara juga menyingkap fakta lain mengenai lemahnya kontrol terhadap ruang-ruang kos harian yang semakin marak.

Di banyak kota, kamar kos kini bisa disewa seperti memesan kopi—instan, tanpa prosedur jelas, dan minim verifikasi. Ini jelas celah yang dimanfaatkan oleh para predator.

Saatnya Negara Lebih Tegas dan Masyarakat Lebih Peka

Kasus ini adalah tamparan keras bagi kita semua, dari pemerintah pusat hingga RT di lingkungan terkecil. Yang kita cemaskan, jika ini adalah semacam fenomena gunung es.

Negara harus lebih berani mengevaluasi ulang regulasi soal konten pornografi yang selama ini setengah hati ditegakkan.

Tidak cukup dengan blokir situs. Kita butuh ekosistem digital yang sehat, pendidikan seksual yang memadai di sekolah, dan pengawasan yang ketat terhadap fasilitas umum seperti kos harian.

Untuk masyarakat, ini saatnya membuka mata lebar-lebar. Jangan anggap predator itu “orang jauh” atau “bukan urusan kita.” Mereka ada di sekitar, berbaur di antara kita, dan menunggu celah.

Adapun saran praktis yang bisa diambil antara lain, bahwa pemerintah daerah wajib membuat regulasi baru tentang pengawasan kos harian, termasuk kewajiban identitas lengkap penyewa dan CCTV di area publik.

Selain itu, pihak berwenang seperti Kominfo (sekarang Komdigi) harus beralih dari sekadar memblokir situs ke membangun sistem sensor yang lebih adaptif, dengan menggandeng platform besar global.

Disamping itu, pendidikan seks berbasis agama, moral, dan ilmiah harus masuk ke kurikulum formal, agar anak-anak punya pertahanan sejak dini.

Jepara telah memberi sinyal kepada kita. Semoga kita tidak menunggu alarm berikutnya yang lebih tragis sebelum benar-benar bertindak.[]

Baca Juga Lainnya

Analisa Data Tren Perceraian di Indonesia Tahun 2024, Bagaimana Persentasenya?

Parentnial Newsroom

DALAM suasana gegap gempita pertumbuhan bangsa, data nikah dan cerai tahun 2024 memperlihatkan sebuah potret lain dari Indonesia yakni tentang ...

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Membaca Ulang Angka Perceraian di Jawa Barat 2024, Siapa Paling Rentan?

Parentnial Newsroom

PERCERAIAN adalah cerita tentang hubungan yang retak dan masyarakat yang terus berubah. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024, data ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...