Melawan Normalisasi Premanisme, Ketika Negara Absen Maka Kekerasan Jadi ‘Keren’

Parentnial Newsroom

AnakKehidupan

Foto: dok. Dream Lab/ Parentnial

BERITA tentang tawuran pelajar atau aksi premanisme dan pemalakan kerap menghiasi layar televisi dan media sosial.

Bagi sebagian orang, ini mungkin sekadar “berita biasa,” namun bagi orang tua, fenomena ini adalah alarm yang mengkhawatirkan.

Anak-anak, sebagai penutur visual yang peka, sering kali terpapar gambar-gambar kekerasan ini melalui berita, video viral, atau bahkan pengalaman langsung di lingkungan mereka.

Paparan semacam ini bukan hanya mengganggu, tetapi juga berpotensi membentuk persepsi berbahaya bahwa kekerasan adalah hal yang normal, dan premanisme adalah simbol “kekerenan.”

Normalisasi Kekerasan dalam Persepsi Anak

Anak-anak adalah spons yang menyerap segala informasi dari lingkungan mereka.

Ketika mereka menyaksikan tawuran pelajar di berita atau melihat video aksi premanisme di media sosial, otak mereka mulai memproses gambar-gambar ini sebagai bagian dari realitas sosial.

Menurut psikologi perkembangan, anak-anak usia dini hingga remaja cenderung meniru apa yang mereka lihat, terutama jika tindakan tersebut tampak “diterima” atau “dihormati” dalam konteks tertentu.

Dalam kasus tawuran, pelajar yang terlibat sering kali dianggap “berani” atau “jagoan” oleh teman sebaya, menciptakan ilusi bahwa kekerasan adalah cara untuk mendapatkan status sosial.

Paparan berulang terhadap kekerasan juga dapat menumpulkan sensitivitas anak terhadap dampaknya.

Mereka mungkin mulai melihat konflik fisik sebagai solusi atas masalah, alih-alih menggunakan dialog atau penyelesaian damai.

Lebih jauh, glorifikasi premanisme dalam budaya populer—seperti dalam film atau lagu tertentu—memperparah persepsi bahwa menjadi “preman” adalah sesuatu yang keren.

Fenomena ini tidak hanya mengancam perkembangan moral anak, tetapi juga menempatkan mereka pada risiko terlibat dalam kenakalan remaja, yang kini menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi orang tua di Indonesia.

Gagalnya Negara dan Urgensi Kehadiran Aktif

Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Aribowo Drs MS menilai, premanisme dan kekerasan jalanan sering kali mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi masyarakat.

Dalam konteks tawuran pelajar, pembiaran terhadap aksi-aksi ini—baik karena lemahnya penegakan hukum atau kurangnya intervensi preventif—mengirimkan pesan bahwa kekerasan adalah masalah sepele.

Ketika pelaku tawuran atau pemalakan tidak mendapatkan sanksi yang tegas atau rehabilitasi yang memadai, hal ini menciptakan lingkaran setan di mana kekerasan terus berulang.

Negara memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, baik melalui regulasi yang ketat, pendidikan karakter di sekolah, maupun program pencegahan kenakalan remaja.

Sayangnya, realitas saat ini menunjukkan bahwa banyak sekolah dan komunitas kekurangan sumber daya untuk mengatasi akar masalah, seperti tekanan sosial, kemiskinan, atau kurangnya perhatian keluarga.

Di sinilah peran negara menjadi krusial: tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk menyediakan sistem pendukung yang mencegah anak-anak terjerumus ke dalam pola perilaku destruktif.

Peran Orang Tua dalam Membentuk Persepsi Positif

Meskipun negara memiliki peran besar, orang tua tetap menjadi garda terdepan dalam membentuk karakter anak.

Dalam menghadapi paparan kekerasan, orang tua perlu mengambil langkah proaktif untuk mengedukasi anak tentang nilai-nilai positif.

Beberapa langkah praktis yang dapat diterapkan adalah membiasakan komunikasi dan diskusi terbuka dengan anak tentang apa yang mereka lihat di berita atau media sosial.

Tanyakan pandangan mereka tentang kekerasan dan jelaskan mengapa tindakan tersebut tidak dapat diterima.

Orangtua juga perlu membatasi paparan anak terhadap konten yang mengglorifikasi kekerasan. Gunakan fitur parental control pada perangkat digital untuk menyaring konten yang tidak sesuai.

Tidak kalah penting adalah menguatkan pendidikan karakter untuk menanamkan nilai-nilai seperti empati, kerja sama, dan penyelesaian konflik secara damai melalui kegiatan sehari-hari, seperti bermain peran atau cerita inspiratif.

Dalam pada itu, orangtua harus menjadi teladan dalam cara Anda menyelesaikan konflik. Anak-anak belajar lebih banyak dari tindakan orang tua daripada kata-kata.

Ancaman Terhadap Perkembangan Psikologi

Tawuran pelajar dan premanisme bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga ancaman terhadap perkembangan psikologis dan moral anak-anak.

Ketika kekerasan dibiarkan menjadi pemandangan sehari-hari, anak-anak berisiko memandangnya sebagai hal yang wajar, bahkan diinginkan.

Negara dalam hal ini, sekali lagi, tidak boleh tinggal diam. Penegakan hukum yang tegas, program pencegahan, dan pendidikan karakter harus menjadi prioritas untuk memutus rantai kekerasan.

Namun, perubahan sejati dimulai dari rumah. Orang tua harus aktif membimbing anak untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi, dan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk membangun, bukan menghancurkan.

Sebagai langkah awal, orang tua dapat berkolaborasi dengan sekolah untuk mengadvokasi program anti-kekerasan, seperti pelatihan resolusi konflik atau kegiatan ekstrakurikuler yang membangun kerja sama tim.

Dengan kerja sama antara keluarga, sekolah, lingkungan, dan negara, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi generasi mendatang—lingkungan yang menolak premanisme dan merayakan kedamaian.[]

Baca Juga Lainnya

Analisa Data Tren Perceraian di Indonesia Tahun 2024, Bagaimana Persentasenya?

Parentnial Newsroom

DALAM suasana gegap gempita pertumbuhan bangsa, data nikah dan cerai tahun 2024 memperlihatkan sebuah potret lain dari Indonesia yakni tentang ...

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

50 Nama Bayi Laki-Laki Modern 3 Kata Paduan Bugis, Barat, dan Arab

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk buah hati adalah salah satu momen paling menyenangkan sekaligus sakral bagi orang tua. Nama bukan sekadar identitas, ...

50 Nama Bayi Perempuan Unik 3 Kata Kombinasi Bugis, Eropa, dan Arab Penuh Makna

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk sang buah hati adalah momen istimewa yang penuh makna. Nama tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga doa ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Membaca Ulang Angka Perceraian di Jawa Barat 2024, Siapa Paling Rentan?

Parentnial Newsroom

PERCERAIAN adalah cerita tentang hubungan yang retak dan masyarakat yang terus berubah. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024, data ...