
KALENDER pendidikan nasional sudah mulai mengencangkan ikat pinggang. Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025—gerbang masuk perguruan tinggi negeri yang jadi idaman banyak anak muda—sudah di depan mata.
Pengumuman hasil UTBK SNBT tahun 2025 dijadwalkan pada tanggal 28 Mei pukul 15.00 WIB. Penetapan tanggal ini memiliki implikasi penting dalam proses seleksi pendidikan tinggi di Indonesia, sebab momen tersebut menjadi penentu lanjutan bagi ribuan peserta dalam menentukan arah pendidikan dan karier mereka.
Selanjutnya, masa pengunduhan sertifikat hasil UTBK akan berlangsung mulai 3 Juni hingga 31 Juli 2025.
Baca Juga
Periode yang cukup panjang ini secara teknis memberikan kesempatan luas bagi peserta untuk mengakses dokumen resmi yang diperlukan sebagai syarat administratif seleksi lanjutan, baik di jalur mandiri maupun program beasiswa.
Tapi sesungguhnya, seleksi ini bukan hanya milik anak-anak kita saja. Ini juga ujian kesabaran, empati, dan kecerdasan emosional orangtua.
Kalau biasanya kita bicara soal anak yang harus siap bersaing, sekarang saatnya kita bicara, sudah siapkah kita sebagai orangtua mendampingi mereka, terutama ketika hasilnya tak sesuai harapan?
Lebih dari Sekadar Angka Nilai
Banyak orangtua masih menganggap UTBK SNBT semata soal angka. Nilai tinggi berarti sukses, nilai rendah berarti gagal.
Pola pikir ini seperti pisau bermata dua. Memang benar, skor menentukan apakah anak kita akan masuk Universitas Indonesia, Gadjah Mada, atau mungkin institut favorit di kota lain.
Namun, yang sering dilupakan, UTBK ini juga ujian pertama bagi mentalitas anak dalam menghadapi realitas hidup yang keras: persaingan, ketidakpastian, dan kemungkinan gagal.
Jika kita terus menekan anak hanya agar nilainya tinggi, tanpa membangun daya tahan mentalnya, maka kita sedang menyiapkan generasi yang rapuh.
Anak yang sekadar pintar di atas kertas, tapi mudah runtuh saat ditimpa kegagalan pertama.
Disinilah Peran Orangtua Jadi Kunci
Kehidupan adalah rangkaian jatuh bangun. UTBK SNBT ini bukan sekadar soal lulus atau tidak. Ini momen orangtua untuk hadir, bukan sekadar sebagai pemberi target, tapi juga sahabat sejati anak.
Anak yang lolos UTBK tentu akan bersorak, tapi justru di momen seperti itu orangtua harus mengingatkan bahwa ini barulah langkah awal, perjalanan masih panjang.
Sebaliknya, bagi anak yang gagal, inilah saatnya kita merangkul, bukan mencela. Orangtua harus jadi tameng pertama dari komentar miring lingkungan.
Kuatkanlah anak bahwa dirinya sudah berjuang dengan sebaik baiknya, sehormat hormatnya. Ini bukan akhir. Masih banyak jalan lain yang tak kalah mulia.
Mengapa ini penting? Karena efek mental dari kegagalan UTBK bisa jadi luka jangka panjang jika anak tidak mendapat dukungan.
Tidak sedikit kasus di mana anak merasa depresi, putus asa, bahkan kehilangan kepercayaan diri hanya karena gagal masuk PTN.
Dari Pra-Ujian Sampai Pengumuman
Pendampingan orangtua tak bisa cuma saat hasil keluar. Prosesnya harus dimulai jauh sebelumnya. Ada beberapa langkah sederhana tapi krusial yang bisa dilakukan:
1. Tanamkan mental belajar, bukan mental menang
Ajarkan anak untuk menikmati proses belajar, bukan sekadar mengejar angka. Ini membangun ketahanan mental saat nanti hasil tak sesuai ekspektasi.
2. Persiapkan Plan B dan C
Seringkali kegagalan terasa menyesakkan karena anak (dan orangtua) hanya memikirkan satu jalur: PTN lewat SNBT. Padahal, ada banyak jalur lain: seleksi mandiri, PTS berkualitas, bahkan jalur internasional. Diskusikan opsi-opsi ini sejak awal.
3. Bangun komunikasi yang terbuka
Banyak anak tertekan bukan karena ujian itu sendiri, tapi karena takut mengecewakan orangtuanya. Pastikan anak tahu, kasih sayang orangtua tak diukur dari nilai UTBK.
UTBK SNBT Bukan Penentu Hidup
Kalau kita mau jujur, banyak tokoh sukses di negeri ini yang justru gagal di seleksi kampus impian mereka.
Tapi mereka bangkit, mencari jalur lain, dan membuktikan bahwa hidup lebih besar dari sekadar SNBT.
Banyak orang besar dan hebat justru lebih banyak belajar di jalanan dibanding di bangku formal. Atau tokoh-tokoh startup yang sukses tanpa pernah merasakan kuliah di kampus negeri papan atas.
Artinya, UTBK SNBT ini penting, iya. Tapi ia bukan penentu hidup mati masa depan anak kita. Dan tugas orangtua adalah memastikan anak mengerti betul filosofi ini.
UTBK SNBT 2025 mengajarkan kita satu hal penting bahwa anak butuh pendamping, bukan hanya pelatih.
Kita boleh keras soal disiplin belajar, tapi harus lembut dalam menyiapkan mental anak menghadapi kenyataan. Sebab hidup ini bukan soal menang terus, tapi soal seberapa kuat kita bangkit saat kalah.
Jadi, mari kita songsong 13 Juni 2025 bukan dengan rasa cemas berlebihan, tapi dengan kesiapan penuh untuk mendampingi anak apapun hasilnya.
Kalau mereka lulus, kita syukuri. Kalau tidak, kita kuatkan, kita cari jalan lain. Sebab masa depan tak dipegang oleh satu pengumuman, tapi oleh semangat untuk terus berjuang.[]