Pakar UGM Bagikan Panduan Orang Tua untuk Mendampingi Anak di Era Digital

Parentnial Newsroom

AnakLifestyle

(Foto: ist/ ugm.ac.id)

GENERASI Z atau biasa disingkat genzi, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini menjadi kelompok usia produktif yang mendominasi lanskap sosial dan digital di Indonesia.

Mereka adalah “digital natives,” generasi yang tumbuh bersama teknologi, internet, dan media sosial.

Namun, di balik kemahiran teknologi dan kepercayaan diri yang tinggi, Generasi Z menghadapi tantangan unik, terutama terkait kesehatan mental dan tekanan sosial.

Orang tua memiliki peran krusial dalam memahami karakteristik mereka untuk memberikan pendampingan yang efektif di era yang terus berubah.

Karakteristik Utama Generasi Z

Menurut Prof. Dr. Yayi Suryo Prabandari, M.Sc., Ph.D., pakar psikologi klinis dari Universitas Gadjah Mada, Generasi Z memiliki sejumlah keunggulan yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya.

Pertama, mereka sangat adaptif terhadap teknologi.

Rata-rata, mereka menghabiskan waktu signifikan di media sosial, menggunakan platform digital untuk belajar, bersosialisasi, dan mengekspresikan diri.

Kedua, mereka cenderung optimis dan ambisius, dengan kepercayaan diri yang kuat dalam meraih tujuan.

Ketiga, mereka menyukai pembelajaran yang personal dan interaktif, lebih memilih metode berbasis teknologi seperti Learning Management System (LMS) atau video interaktif daripada ceramah konvensional.

Namun, keunggulan ini juga diimbangi oleh kerentanan.

Pengaruh media sosial yang masif sering memicu fenomena Fear of Missing Out (FOMO), yang dapat memengaruhi kesehatan mental mereka, seperti kecemasan, stres, hingga depresi.

Tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial, baik dalam pendidikan maupun kehidupan pribadi, juga menjadi tantangan besar.

Prof. Yayi menegaskan bahwa Generasi Z perlu disadarkan akan batas kemampuan mereka agar ambisi tidak berujung pada gangguan mental.

Peran Orang Tua dalam Mendampingi Generasi Z

Orang tua harus memahami bahwa Generasi Z tidak hanya ingin meniru jejak generasi sebelumnya, tetapi mencari jati diri mereka sendiri.

Membandingkan pengalaman masa lalu dengan realitas saat ini sering kali tidak relevan dan dapat memicu konflik.

Sebaliknya, pendekatan yang lebih terbuka dan dialogis diperlukan. Berikut beberapa langkah yang dapat diterapkan:

1. Bangun Komunikasi Terbuka

Generasi Z menghargai kebebasan berekspresi. Orang tua perlu menciptakan ruang aman untuk berdiskusi tanpa menghakimi, memungkinkan anak untuk berbagi kekhawatiran atau aspirasi mereka.

2. Pantau Aktivitas Digital dengan Bijak

Media sosial adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan Generasi Z, tetapi juga membawa risiko seperti perundungan siber atau paparan konten negatif. Pemantauan yang tidak mengganggu privasi, seperti diskusi tentang penggunaan media sosial yang sehat, dapat membantu.

3. Dukung Pembelajaran yang Relevan

Generasi Z lebih responsif terhadap metode belajar yang interaktif dan berbasis teknologi. Orang tua dapat mendukung dengan menyediakan akses ke sumber belajar digital atau mendorong eksplorasi minat melalui kursus daring.

4. Fokus pada Kesehatan Mental

Mengedukasi anak tentang pentingnya keseimbangan antara dunia digital dan nyata adalah kunci. Orang tua juga dapat mengenali tanda-tanda stres atau kecemasan, seperti perubahan pola tidur atau isolasi sosial, dan segera mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Tantangan dalam Pendidikan

Dalam konteks pendidikan, Generasi Z menunjukkan preferensi yang berbeda. Mereka kurang tertarik pada metode pengajaran monoton dan lebih menyukai pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Menurut Prof. Yayi, dosen yang hanya menyampaikan materi secara monoton dianggap membosankan oleh Generasi Z.

“Jadi mereka senang feedback dan lebih suka belajar yang di-custom,” jelas Prof. Yayi dalam seminar parenting yang diinisiasi oleh Persatuan Orang Tua Mahasiswa (POTMA) Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk “Membangun Karakter Tangguh Generasi Z” di Hotel UC UGM pada Minggu (11/5/2025).

Prof. Yayi, seperti dikutip Parentnial dari laman ugm.ac.id, menegaskan, bahwa Generasi Z lebih menyukai pendekatan berbasis grafik, umpan balik langsung, dan fleksibilitas dalam proses belajar.

Orang tua dapat berkolaborasi dengan institusi pendidikan untuk memastikan anak mendapatkan lingkungan belajar yang mendukung potensi mereka.

Pada dasarnya Gen-z adalah generasi yang penuh potensi, namun juga rentan terhadap tantangan era digital.

Orang tua memiliki tanggung jawab untuk memahami karakteristik mereka—dari kemahiran teknologi hingga kerentanan emosional—agar dapat mendampingi dengan efektif.

Dengan komunikasi yang terbuka, pemantauan digital yang bijak, dan dukungan terhadap pembelajaran yang relevan, orang tua dapat membantu Generasi Z tumbuh menjadi individu yang tangguh dan berdaya.

Langkah langkah yang bisa ditempuh diantaranya adalah mengadakan waktu keluarga tanpa gadget untuk membangun kedekatan emosional.

Selain itu, edukasi diri tentang tren digital dan kesehatan mental juga penting untuk menjembatani kesenjangan generasi.

Dengan pola pendekatan yang tepat, orang tua tidak hanya menjadi pendamping, tetapi juga mitra dalam perjalanan Generasi Z menuju masa depan yang lebih cerah.[]

Baca Juga Lainnya

Analisa Data Tren Perceraian di Indonesia Tahun 2024, Bagaimana Persentasenya?

Parentnial Newsroom

DALAM suasana gegap gempita pertumbuhan bangsa, data nikah dan cerai tahun 2024 memperlihatkan sebuah potret lain dari Indonesia yakni tentang ...

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

50 Nama Bayi Laki-Laki Modern 3 Kata Paduan Bugis, Barat, dan Arab

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk buah hati adalah salah satu momen paling menyenangkan sekaligus sakral bagi orang tua. Nama bukan sekadar identitas, ...

50 Nama Bayi Perempuan Unik 3 Kata Kombinasi Bugis, Eropa, dan Arab Penuh Makna

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk sang buah hati adalah momen istimewa yang penuh makna. Nama tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga doa ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Membaca Ulang Angka Perceraian di Jawa Barat 2024, Siapa Paling Rentan?

Parentnial Newsroom

PERCERAIAN adalah cerita tentang hubungan yang retak dan masyarakat yang terus berubah. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024, data ...