Peran Strategis Kehadiran Ayah dalam Pengasuhan Anak di Era Sekarang

Parentnial Newsroom

AnakAyahParenting

DEKAN Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., menekankan pentingnya kehadiran figur ayah dalam kehidupan sehari-hari anak-anak.

Kehadiran tersebut, menurutnya, tidak selalu harus bersifat fisik, melainkan bisa diwujudkan melalui komunikasi intensif menggunakan teknologi digital.

“Kehadiran ayah tidak mesti dalam bentuk fisik namun bisa menjalin komunikasi intens lewat gawai,” ungkap Rahmat seperti dikutip Parentnial dari laman ugm.ac.id, Kamis (15/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa ketidakhadiran fisik ayah kerap disebabkan oleh tuntutan peran sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.

Banyak ayah harus bekerja di luar kota, luar pulau, atau bahkan menjadi pekerja migran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

“Sebab, ketidakhadiran ayah juga disebabkan karena ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan mengharuskan dirinya bekerja di luar kota, di luar pulau bahkan menjadi pekerja migran,” katanya.

Namun, perkembangan teknologi informasi saat ini memberikan peluang bagi orang tua, khususnya ayah, untuk tetap berinteraksi dan terlibat dalam kehidupan anak meski secara fisik berjauhan.

“Sebenarnya dalam lingkungan kehidupan sekarang di mana teknologi sudah sangat membantu ini, banyak memudahkan orang tua untuk tetap hadir di dalam kehidupan anak-anaknya,” ujar Rahmat.

Ada Kapastitas dan Pentingnya Kesadaran

Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan bahwa generasi ayah muda masa kini sebenarnya memiliki kapasitas untuk membangun kualitas pengasuhan yang baik dan mempererat kedekatan emosional dengan anak-anak mereka.

Hal ini, jelas dia, menuntut kesadaran bahwa anak merupakan anugerah besar dari Tuhan yang membutuhkan lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan fisik.

“Orang tua harus meyakinkan bahwa anak adalah karunia yang luar biasa yang diberikan Tuhan,” tegasnya.

“Oleh karena itu, kebutuhan anak tidak sekedar dicukupi hidupnya dengan hal-hal yang sifatnya fisik material, tetapi interaksi yang sehat, aspek psikologis, aspek mental, emosional, sebaiknya bisa terpenuhi dengan baik,” tambahnya.

Rahmat menekankan bahwa kedekatan emosional antara ayah dan anak memiliki dampak besar terhadap kesehatan mental anak.

Ia mencontohkan pentingnya kehadiran ayah dalam momen-momen berharga, seperti perayaan kelulusan atau saat anak menghadapi ujian.

“Interaksi dan kedekatan emosional yang erat dengan anak akan meningkatkan kesehatan mental mereka,” ujarnya.

“Kesempatan anak merayakan kelulusan itu kan hanya sekali seumur hidup. Kesempatan anak-anak merayakan, wah besok pagi ada ulangan yang bikin cemas, dan ini kan hanya sekali dalam seumur hidup, dan ulangan berikutnya sudah hal yang lain lagi. Tetapi ketika kita sharing dengan anak-anak kita, ketika berada dengan anak-anak kita menghadapi situasi seperti itu, ini menjadi satu momen kebersamaan dalam seluruh perjalanan hidup kita yang sangat penting,” tuturnya.

Selain faktor geografis, Rahmat juga menyoroti tantangan lain yang menyebabkan absennya kehadiran ayah dalam kehidupan anak. Di antaranya adalah beban finansial yang memaksa orang tua bekerja hingga larut malam serta ketidakefisienan sistem transportasi di kota-kota besar.

Refleksi Pembaharuan Pola Pikir

Oleh sebab itu, ia mengajak para ayah dan ibu untuk melakukan refleksi dan perubahan pola pikir demi mendukung kehadiran orang tua secara lebih utuh dalam kehidupan anak-anak.

“Saya kira ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk mengubah mindset-nya dan juga barangkali bagi ibu untuk juga mengubah mindset bahwa orang tua atau ayah tetap perlu hadir dalam kehidupan anak-anak,” pungkasnya.

Sebelumnya belum lama ini, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN RI, Wihaji, menyebut bahwa sekitar 80 persen anak Indonesia kehilangan figur ayah, dan 20 persennya tumbuh tanpa peran aktif ayah sama sekali.

Realitas ini menjadi potret krisis fundamental dalam struktur keluarga. Ketidakhadiran ayah bukan hanya absensi fisik, tetapi absennya keterlibatan emosional, moral, dan edukatif.

Padahal, ayah memegang peran kunci dalam pembentukan karakter dan stabilitas psikososial anak.

Negara tidak bisa menutup mata karena pembangunan keluarga tidak cukup bertumpu pada ibu. Perlu kebijakan afirmatif yang mendorong keterlibatan ayah secara utuh dalam pengasuhan.[]

Baca Juga Lainnya

Analisa Data Tren Perceraian di Indonesia Tahun 2024, Bagaimana Persentasenya?

Parentnial Newsroom

DALAM suasana gegap gempita pertumbuhan bangsa, data nikah dan cerai tahun 2024 memperlihatkan sebuah potret lain dari Indonesia yakni tentang ...

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

50 Nama Bayi Laki-Laki Modern 3 Kata Paduan Bugis, Barat, dan Arab

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk buah hati adalah salah satu momen paling menyenangkan sekaligus sakral bagi orang tua. Nama bukan sekadar identitas, ...

50 Nama Bayi Perempuan Unik 3 Kata Kombinasi Bugis, Eropa, dan Arab Penuh Makna

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk sang buah hati adalah momen istimewa yang penuh makna. Nama tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga doa ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Membaca Ulang Angka Perceraian di Jawa Barat 2024, Siapa Paling Rentan?

Parentnial Newsroom

PERCERAIAN adalah cerita tentang hubungan yang retak dan masyarakat yang terus berubah. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024, data ...