Wanita ini Habiskan 11 Juta Perpekan untuk Beli Makan Online, Pentingnya Bekali Kecakapan Memasak Sejak Dini

Parentnial Newsroom

KeseharianRumah

FENOMENA wanita 26 tahun yang menghabiskan Rp 11,3 juta setiap pekan hanya untuk memesan makanan online ini jadi berita yang menyita perhatian, seperti dikutip dari DailyMailUK.

Alasannya, karena dia malas masak dan mengaku tidak bisa memasak, sebuah kecakapan hidup (life skill) esensial yang seharusnya diwariskan sejak dini, terutama kepada anak perempuan sebagai calon ibu dan pengelola dapur masa depan.

Memang, zaman terus bergerak maju. Layanan pesan antar makanan kini menjadi solusi praktis di tengah gaya hidup serba cepat.

Namun, di balik kenyamanan itu, ada risiko besar yang kerap diabaikan. Mulai dari pengeluaran yang membengkak, mutu gizi yang tidak terjamin, hingga status kehalalan yang sering kali tak transparan.

Kasus wanita yang viral ini hanyalah puncak gunung es dari pola konsumsi yang bisa jadi mulai mengakar luas, khususnya di kalangan urban.

Skil Memasak Investasi Masa Depan

Dahulu, orang tua — terutama para ibu — selalu menanamkan pentingnya belajar memasak kepada anak perempuan.

Bukan sekadar memenuhi tuntutan budaya patriarki, tetapi lebih kepada upaya membekali mereka dengan kemampuan dasar bertahan hidup yang mandiri.

Dengan kecakapan memasak, seseorang tidak hanya bisa menghemat pengeluaran, tapi juga memastikan asupan yang masuk ke tubuhnya sehat, halal, dan thayyib.

Apalagi dalam konteks masyarakat Muslim, jaminan kehalalan bukan sekadar label, melainkan kewajiban agama.

Saat memesan makanan secara daring, konsumen pada dasarnya “menyerahkan takdir” pada standar kebersihan dan kehalalan dari pihak ketiga yang tidak selalu bisa diverifikasi secara langsung.

Tanpa kemampuan memasak, pilihan pun menjadi sempit dan ketergantungan kepada layanan luar makin besar.

Sayangnya, perkembangan zaman justru menempatkan aktivitas memasak sebagai hal yang mulai dianggap kuno atau tidak relevan, terutama di kalangan generasi muda urban.

Padahal, memasak itu sendiri bukan hanya kegiatan fisik, tapi juga bagian dari kecakapan sosial — bagaimana seorang perempuan kelak bisa menyiapkan makanan bergizi bagi keluarga, menyambut tamu dengan jamuan, dan menjaga keharmonisan rumah tangga melalui sajian yang penuh cinta.

Pendidikan Life Skill Harus Kembali Digaungkan

Artikel viral ini seyogianya menjadi momentum refleksi, bukan sekadar tontonan yang memancing komentar sinis.

Pendidikan life skill, termasuk tata boga, harus kembali digaungkan. Di sekolah, pelajaran semacam ini kini kerap dipinggirkan demi materi akademik yang lebih “prestisius”.

Padahal, kemampuan dasar seperti memasak, mengelola keuangan rumah tangga, dan keterampilan sosial lainnya justru krusial dalam kehidupan nyata.

Mengasah kemampuan memasak sejak kecil juga membentuk kepribadian yang lebih mandiri, hemat, dan peduli pada kesehatan.

Anak perempuan yang belajar memasak bukan berarti dikurung dalam peran tradisional, tapi justru dibekali dengan alat untuk merdeka secara ekonomi dan jasmani.

Mereka tak lagi tergantung pada layanan luar yang mahal dan tak selalu sehat.

Di tengah maraknya gaya hidup konsumtif, pengeluaran Rp 11,3 juta per minggu untuk makanan ini mengingatkan bahwa ketergantungan pada layanan instan bisa berujung pemborosan akut.

Ini bukan soal kemampuan finansial semata, tetapi soal pola hidup yang perlu dibenahi.

Saatnya Menanamkan Nilai Hidup Sejak Dini

Dunia boleh semakin modern, teknologi boleh memudahkan segala hal, tapi bekal kecakapan hidup tetap tak tergantikan.

Kasus wanita yang viral dengan pengeluaran fantastis untuk makanan adalah sinyal keras bagi kita semua mengenai betapa pentingnya menanamkan nilai hidup seperti memasak, hemat, dan menjaga kehalalan sejak kecil, khususnya kepada anak perempuan.

Tak ada salahnya menikmati layanan praktis sesekali, tapi menjadikan pesan makanan online sebagai gaya hidup sehari-hari jelas bukan langkah bijak.

Mengajarkan anak-anak, khususnya anak perempuan, untuk memasak sejak dini adalah langkah bijak untuk membekali mereka menghadapi ketidakpastian.

Sebagai saran, orang tua dapat memulai dengan melibatkan anak dalam kegiatan memasak sederhana, seperti membuat sarapan atau camilan.

Mulailah dari hal sederhana, seperti ajak anak-anak ikut ke dapur, biarkan mereka mengenal bumbu dan cara mengolah makanan. Inilah investasi kecil yang akan membuahkan manfaat besar kelak.

Sekolah juga dapat memasukkan pelajaran tata boga ke dalam kurikulum untuk menanamkan keterampilan ini secara lebih luas.

Selain itu, masyarakat perlu mengkampanyekan pentingnya memasak sebagai bagian dari gaya hidup sehat dan berkelanjutan.

Dengan begitu, kita tidak hanya menciptakan generasi yang mandiri, tetapi juga yang mampu menghargai nilai-nilai di balik setiap hidangan yang mereka santap.

Sebagaimana pepatah lama, “Ajari anak perempuanmu memasak, bukan karena dia harus melayani, tapi agar dia mampu memilih yang terbaik bagi dirinya dan keluarganya.[]

Baca Juga Lainnya

Analisa Data Tren Perceraian di Indonesia Tahun 2024, Bagaimana Persentasenya?

Parentnial Newsroom

DALAM suasana gegap gempita pertumbuhan bangsa, data nikah dan cerai tahun 2024 memperlihatkan sebuah potret lain dari Indonesia yakni tentang ...

Nama Bayi Kembar Perempuan

50 Pasang Nama Bayi Kembar Perempuan Dan Artinya

Parentnial Newsroom

Di tengah euforia belanja perlengkapan bayi dan mempersiapkan kamar mungil mereka, ada satu hal penting yang nggak boleh terlewat: memilih ...

50 Nama Bayi Laki-Laki Modern 3 Kata Paduan Bugis, Barat, dan Arab

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk buah hati adalah salah satu momen paling menyenangkan sekaligus sakral bagi orang tua. Nama bukan sekadar identitas, ...

50 Nama Bayi Perempuan Unik 3 Kata Kombinasi Bugis, Eropa, dan Arab Penuh Makna

Parentnial Newsroom

MEMILIH nama untuk sang buah hati adalah momen istimewa yang penuh makna. Nama tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga doa ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Membaca Ulang Angka Perceraian di Jawa Barat 2024, Siapa Paling Rentan?

Parentnial Newsroom

PERCERAIAN adalah cerita tentang hubungan yang retak dan masyarakat yang terus berubah. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024, data ...