Iklan

Ketika Tuhan Hanya Ada di Dalam Sumpah

Admin
Sabtu, Oktober 12, 2013 | 06:37 WIB Last Updated 2017-03-17T02:12:12Z
LANGIT kelabu seperti sangat enggan beranjak dari negeri ini, negeri yang kita cintai. Tajamnya sinar mentari tak mampu menembus tebalnya awan hitam yang membeku di atas bumi pertiwi.

Mungkin itu sekedar satu penggambaran secara sederhana tentang apa yang dialami negeri kita saat ini. Pancaran kebenaran firman Ilahi dan kejernihan nurani terhalang oleh berbagai macam pretensi yang dibalut dengan beragam jenis teori dan argumentasi.

Semua bicara, semua berteori, dan semua berargumentasi, pada akhirnya semua tidak bisa mendatangkan solusi. Itulah mungkin kepeningan yang dialami oleh jiwa-jiwa muda yang peduli masa depan negeri.

Tetapi, situasi buruk negeri ini ternyata tidak berhenti pada masalah pretensi yang mematikan nurani. Sebagian dari penduduk negeri ini yang tidak memiliki jangkauan intelektual yang cukup, dimanfaatkan sebagian kalangan sebagai konsumen dari berbagai macam produk tidak penting dan mematikan nalar.

Seolah-olah semua program itu dihadirkan sebagai alternatif dari maraknya berita korupsi, pemerkosaan, perselingkuhan dan pembunuhan.

Mereka 'disihir' untuk berjoget dan tertawa tanpa makna. Bahkan lelucon yang kini ditampilkan, sama sekali bukan lelucon yang sesungguhnya. Semua dibuat-buat seolah-olah lucu, padahal tidak.

Sementara itu, masing-masing elit di negeri ini sedang asyik-asyiknya mempersiapkan diri dan kendaraannya menang di 2014. Mereka belum puas mengoleksi mobil mewah dan mendirikan rumah di berbagai bidang tanah. Tak satu pun individu yang bosan menjadi pejabat.

Pernah lolos menjadi pejabat satu, dua kali, ternyata ketiga kali ia tak mau berhenti. Jika tidak ada kursi lain yang memungkinkan dirinya pindah posisi maka posisi lama pun tak mengapa, asal masih menjadi pejabat. Kecuali, kasus hukumnya sudah masuk meja KPK.

Lantas, siapa yang memikirkan kondisi yang nyata-nyata siap menerkam dan mencengkeram nurani bangsa ini?

Siapa yang peduli dan siapa yang mau berpikir untuk masa depan negeri ini? Padahal, sangat mustahil negeri ini bisa dibangun melalui ambisi kemewahan dan kemegahan pejabatnya sendiri.

Sementara, sisitem demokrasi yang berlaku, sangat tidak mungkin menampilkan sosok, kecuali mereka yang ambisisus terhadap materi. Jika pun ada yang tidak, mungkin itu bisa dihitung jari.

Tantangan Para Nabi
Situasi tersebut memang seolah sudah sangat buruk dan mungkin rasio sebagian kita mengatakan sudah tidak ada ruang untuk memperbaikinya.

Namun, sebagai insan beriman, seburuk apa pun keadaan, jangan pernah berputus asa. Keburukan ini bisa kita ubah dengan harapan, semangat dan karya nyata.

Seperti hukum alam, tak mungkin ada awan kelabu yang tebal dan menghalangi sinar mentari yang bisa bertahan di atas permukaan bumi tertentu. Pada saatnya angin akan menggiringnya ke tempat lain dan hangatnya mentari pun segera bisa kita rasakan. Demikianlah apa yang terjadi pada bangsa ini. Lantas, bagaiamana caranya?

Kita harus mengkaji kehidupan para Nabi. Mereka semua adalah sosok yang hadir di tengah kehidupan yang boleh dikatakan kacau balau dan seolah-olah tak mungkin diciptakan perbaikan atau perubahan.

Nabi Musa, ini adalah sosok yang paling sering disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an. Dan, dia hidup di tengah ketidakberdayaan rakyat atas kediktatoran seorang Fir'aun. Tidak ada orang peduli tentang bagaimana nasib rakyat ke depan. Semua tunduk dan mengikuti logika Fir'aun.

Demikian pula dengan Nabi Yusuf, ini adalah sosok pemuda yang dikisahkan secara lengkap dan rinci oleh Allah di dalam Al-Qur'an, tepatnya surah Yusuf.

Yusuf hidup di zaman dimana para pemangku jabatan dalam pemerintahan tidak mampu memprediksi masa depan, sehingga gagap menghadapi situasi perubahan yang akan terjadi di masa mendatang.

Seperti itulah yang juga dialami oleh Nabi Muhammad. Nabi akhir zaman ini hidup di tengah kehidupan masyarakat yang sudah anti moral dan anti nurani. Hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsu. Sementara itu, kebodohan merajalela.

Sama seperti yang terjadi di negeri ini. Tuhan hanya ada di dalam sumpah, itu pun tidak lebih dari beberapa menit ketika seremoni pelantikan dilangsungkan. Selanjutnya Tuhan ditinggalkan dan berpindah, nafsu atas nama kepentingan yang selanjutnya mengendalikan.

Tetapi inilah tantangan, siapa peduli ia pasti akan mencari Tuhan. Dan, siapa yang tidak peduli ia pasti akan terjerembab pada langkah-langkah syetan.

Dengan kata lain, masa depan negeri ini hanya akan bisa kita selamatkan, manakala seluruh generasi mudanya yang beriman, secara sadar berbondong-bondong kembali kepada ajaran Al-Qur'an.

Mengapa Al-Qur'an, karena di dalamnya terdapat riwayat, strategi dan langkah-langkah konkrit bagaimana menghadapi kerusakan kehidupan.

Sangatlah mustahil, akal-akalan manusia bisa memberikan solusi, apatah lagi dalam situasi seperti sekarang, dimana kehidupan didominasi oleh pretensi.

Satu-satunya cara untuk bisa memperbaiki keadaan bangsa ini demi masa depannya adalah dengan kembali kepada Al-Qur'an dengan mengkaji, menggali dan memaknai apa yang telah menjadi tantangan para Nabi sebagai sumber inspirasi untuk memperbaiki masa depan negeri sendiri.

Tabah Menempa Diri
Sahabat muda, dimana pun berada. Langkah pertama dan utama yang dilakukan oleh para Nabi dalam menghadapi situasi buruk adalah dengan tabah menempa diri.

Tidak satu pun dari Nabi-Nabi yang Allah kisahkan itu bergerak dengan mengumpulkan orang, lalu melangkah melakukan aksi demondtrasi, tidak ada sama sekali.

Yang dilakukan oleh manusia-manusia cerdas itu adalah tabah menempa diri. Apa yang Allah berikan sebagai sebuah skill dalam hidupnya, itulah yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan bersusah payah menjaga hati agar tidak tercemari oleh kehidupan yang memperturutkan hawa nafsu.

Nabi Musa, ia rela hidup menggembala dalam tempo yang tidak sebentar. Nabi Yusuf, ia rela hidup sengsara dalam tempo yang cukup melelahkan. Nabi Muhammad, ia rela hidup tanpa tau perkembangan apa pun dan hanya menjalankan tugasnya sebagai penggembala dan pedagang.

Tetapi, para Nabi itu tidak pernah berhenti mengabdi kepada Allah dengan memegang teguh nilai-nilai kebenaran. Mereka sujud di tengah malam dan berkarya di siang hari. Mereka merenung dalam sepi dan berkarya dalam ramai.

Artinya, siapa pun kita, bisa apa pun kita, selagi itu baik, mari kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Sembari terus-menerus mengkaji kebenaran iman yang kita yakini ini dengan spirit tinggi bahwa pasti Allahu Robbi akan memberikan ilham atau inspirasi ke dalam hati untuk melakukan sesuatu yang sangat dibutuhkan negeri ini di masa depan nanti.

Ingat, perubahan itu tidak instan apalagi spontan. Semua riwayat perubahan yang didalangi oleh seseorang, selalu berangkat dari penempaan diri sang pelaku perubahan. Nah, inilah satu-satunya solusi efektif yang harus kita lakukan. Sebab, tempaan diri yang kita lakukan hari ini benar-benar dibutuhkan negeri ini di masa depan nanti.

Jika demikian, mengapa kita tidak manfaatkan waktu muda kita untuk tabah menempa diri demi masa depan negeri?

Karena masa depan negeri kita ada di tangan kita sendiri. Jadi, mari sibukkan diri berkarya dengan potensi kita dan mari kita bangun negeri kita dari diri sendiri.*

______
IMAM NAWAWI, 
penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitan-cuitan beliau di @abuilmia
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ketika Tuhan Hanya Ada di Dalam Sumpah

Trending Now

Iklan