Iklan

Cerdas Menimbang di Tengah Fenomena Absurditas Media

Admin
Sabtu, Oktober 29, 2016 | 03:30 WIB Last Updated 2017-03-17T02:03:44Z
"IN YOUR brain is your behavior" demikian ungkap Lara Boyd dalam TEDx Vancouver.

Ungkapan tersebut ternyata bisa menjadi penjelas tentang bagaimana seseorang di media sosial. Tepat sejak 2014, media sosial, paling dominan adalah Twitter telah menjadi battlefield medan perang politik.

Dan, hal itu masih berlanjut hingga saat ini. Sampai muncul istilah cyber war, dimana pihak tertentu menelurkan banyak akun untuk membela, menuliskan komen pada laman online dan pada saat yang sama menyerang siapa yang dianggapnya lawan, entah lawan politik, lebih-lebih lawan ideologi.

Dikatakan menelurkan karena memang dalam twitter tidak sedikit akun anonim yang kala mencuit seringkali tidak beraturan dan jauh dari adab. Sekelas senator seperti Fahira Idris pun tak lepas dari 'sengatan' akun-akun anonim itu.

Bagi yang awam dalam media, termasuk media sosial, banyaknya akun yang mencuit kepalsuan sebagai kebenaran akan dianggapnya sebagai kebenaran. Dan, sebaliknya.

Di sinilah generasi muda perlu memahami dan memainkan media sosial secara cerdas. Sebab, jika tidak, kita akan kabur dalam memandang yang asli dan yang palsu.

Dalam bahasa Yasraf Amir Piliang pada bukunya Hantu-Hatu Politik dan Matinya Sosial menjelaskan bahwa yang terjadi saat ini di Indonesia bisa disebut sebagai posrelitas.

"Posrealitas adalah dunia yang di dalamnya antara realitas, realitas palsu, dan realitas artifisial (dalam media, produk) tumpang tindih sehingga batas antara keduanya menjadi kabur" (Halaman 153).

Dalam buku "Jokowi Rapopo Jadi Presiden" dikutip sebuah statement yang menyampaikan bahwa kita tidak boleh menelan begitu saja informasi yang beredar di media sosial, apalagi yang berasal dari akun anonim dan pesudonim.

Dan, terkait dengan berbagai kasus politik di negeri ini, tidak sedikit akun anonim yang setiap hari berkoar-koar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan untuk mereka lakukan di media soasial. Di sini jadi tepat sekali ungkapan bahwa "In your brand is your behavior".

Dengan kata lain jika otak kita hanya mencari keuntungan, perilaku pun cenderung tidak mengenal adab dan nilai-nilai dasar dalam kehidupan. Prinsipnya pun asal diri senang, apa saja boleh dilakukan.

Follow Akun "Pejuang"

Jika kita termasuk orang yang tidak bisa lepas dari media sosial, maka satu hal penting yang harus dilakukan adalah bagaimana relasi kita di media sosial adalah orang-orang yang bermental pejuang.

Di Twitter ada akun @TofaLemon @fahiraidris yang selalu terdepan dalam menganalisa masalah dan kegaduhan di media sosial secara jernih. Ada juga akun ulama kita seperti @cholilnafis kemudian @dianh serta lainnya.

Hindari asal follow, apalagi dengan alasan asal seneng dengan tanpa bisa memberikan penjelasan mengapa seneng follow sebuah akun.

Sebab, hidup ini akan dipertanggungjawabkan. Dan, dalam Ihya' Ulumuddin, Imam Ghazali menyampaikan, apa yang paling sering kita lihat dan memberikan kesan mendalam, itulah yang akan menjadi goresan hati yang mengkristal menjadi niat dan memformulasi pikiran menjadi cita-cita.

Jadi, jangan sekali-kali asal follow. Follow lah akun asli, yang jelas orangnya, jelas aktivitasnya dan jelas bisa ditemui dan diambil ilmu dan pengalamannya.

Televisi? Sudahlah!

Bagi anda (terutama sahabat-sahabat muda) yang bermain media sosial dengan benar, kalian akan lebih cepat mendapatkan info realitas terupdate. Misalnya aksi menuntut keadilan atas penistaan agama yang dilakukan oleh pejabat tertinggi di DKI Jakarta.

Sedikit televisi yang menyiarkan, tetapi media sosial, bercerita luas tentang aksi damai luar biasa itu. Bukan dari akun anonim, tetapi akun yang asli, dimana sebagian di antara mereka juga peserta aksi.

Dari sekarang, berhentilah mengikuti pemberitaan televisi yang seringkali absurd dan tidak peka dengan masalah rakyat. Dan, seperti dijelaskan di awal, rasanya memang punya agenda untuk mengkonstruk realitas yang bukan realitas.

Oleh karena itu, jadilah cerdas dan peka terhadap realitas. Dalam bermedia sosial jangan seperti Panji dalam film Tutur Tinular yang karena orang asing yang pura-pura baik kepadanya, ia mendengarkan semua kibulannya sebagai kebenaran.

Sampai-sampai Panji rela meracuni paman yang mengasuhnya sedari kecil, yakni Arya Kamandanu. Padahal orang asing itu hanya memberinya seekor ikan bakar.*

________
*) IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis pekerja sosial. Ikuti juga cuitan-cuitannya di @abuilmia
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cerdas Menimbang di Tengah Fenomena Absurditas Media

Trending Now

Iklan