Separuh dari yang 28,12 persen itu berasal dari daerah di luar Jawa. Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak Anda lebih rendah daripada anak-anak seusia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan, 1 dari 4 anak di dunia mengalami stunting. Di negara berkembang, 1 dari 3 anak mengalami stunting. Jangan sampai 1 dari 3 anak itu buah hati Anda, Bu.
Ilustrasi anak ceria/Unplash |
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Vektor, dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc, menyatakan, pencegahan stunting wajib dimulai sejak janin masih di dalam kandungan.
Otak terdiri banyak sel. Masing-masing sel memungkinkan organ tubuh janin berfungsi, dari menggerakkan kaki hingga meluapkan beragam emosi. Perkembangan sel-sel otak dipengaruhi hormon pertumbuhan yang bekerja hingga usia 18-25 tahun. Setelah itu, sel-sel otak berhenti tumbuh.
“Perkembangan otak terjadi lebih dulu daripada perkembangan fisik. Di usia 3 tahun, 80 persen sel otak telah terbentuk. Agar berkembang maksimal, sel-sel itu harus terus dirangsang. Kalau usia 3 tahun baru dirangsang, terlambat. Karena itu, asupan gizi ibu hamil harus cukup,” ulas Elizabeth di Jakarta seperti dikutip laman Tabloid Bintang.
Ada dua jenis asupan gizi yakni mikro dan makro. Gizi makro meliputi karbohidrat (tepung, beras, roti, dan mi) serta protein yang ada pada daging, ikan, serta telur. Gizi mikro meliputi buah dan sayur. Apa pun bisa tumbuh di Tanah Air, namun mengapa Indonesia rawan gizi buruk dan stunting? Ternyata, pola makan masyarakat yang salah.
Elizabeth menjelaskan, bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan, komposisi karbohidrat, protein, dan vitamin di piring makan harus dibuat berimbang, yakni masing-masing sepertiga. Pola ini berlaku sampai usia 25 tahun. Selain itu, jam 10 pagi dan 4 sore mesti ada camilan berupa buah-buahan.
"Untuk yang sudah tidak tumbuh, porsi makannya berbeda. Buah dan sayur setengah porsi, karbohidrat dan protein masing-masing seperempat saja,” pungkas beliau.*