Iklan

Tak Ada Kado, Untuk Apa Berpesta di 2012?

Admin
Sabtu, Desember 31, 2011 | 12:08 WIB Last Updated 2017-02-27T22:45:06Z













BENAR sekali, tidak ada kado untuk bangsa ini di tahun 2012. Jadi, untuk apa kita bersorak-sorai menyambutnya. Apalagi dengan tradisi pesta yang sama sekali tidak mengandung nilai faedah.

Adalah bangsa yang telah kehilangan akal sehat, apabila pergantian tahun dalam beberapa jam ke depan dirayakan dengan suka-ria. Tidakkah kalian ingat wahai sahabat, juga para pengayom kami, bagaimana kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan masih menyelimuti lebih dari 30 % penduduk negeri ini?

Ataukah engkau memang tidak mau peduli, bahwa keluarga korban kemanusiaan di Mesuji dan Bima masih larut dalam duka lara karena peluru aparat yang mengoyak jantung mereka yang seharusnya dilindungi?

Sungguh tak ada argumentasi ilmiah bagi kita yang bernurani untuk merayakan tahun baru 2012. Bagaimanapun himbauan ini harus kita renungkan dengan sebenar-benarnya. Apakah engkau masih akan merayakannya, jika apa yang terjadi pada saudara sebangsa, setanah air itu, juga menimpa kerabat terdekatmu?

Derita Penduduk Negeri
Sepanjang tahun 2011 tidak kurang dari 30 juta rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi yang memprihatinkan karena terbelit kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran. Pada situasi seperti itu, anggota DPR justru bermegah-megahan dengan ramai-ramai menggunakan mobil mahal. Sebut saja misalnya mobil Hummer seharga 2 milyar rupiah, Toyota Alphard, dan sedan Bentley.

Khusus untuk Kalimantan Timur, tepatnya Kutai Kartanegara, 2011 adalah tahun yang tidak akan terlupakan begitu saja, sebab tahun itu, jembatan kebanggaan orang BENUA ETAM secara mendadak runtuh. Dan, tamatlah riwayat jembatan yang pernah saya lalui ketika masih SMA dulu.

Soal jembatan, mungkin tidak terlalu sulit untuk membangunnya kembali. Sebab anggaran bisa diupayakan. Tetapi soal ancaman punahnya orang utan di Muara Kaman, Kutai Kartanegara jauh lebih sulit. Orang utan tidak mungkin selesai hanya dengan besaran anggaran, tapi keperawanan hutan.

Lihatlah bagaimana kapitalisme mengadu domba penduduk yang bekerja di perkebunan kelapa sawit dengan orang utan, yang merupakan ‘penduduk asli’ hutan Kalimantan Timur itu. Hanya dengan imbalan yang tidak seberapa, manusia-manusia Indonesia yang dikenal ramah lagi santun itu, tega membantai kekayaan alamnya sendiri.

Bukan hanya mereka yang bekerja serabutan, para aparat terkait pun ternyata tak mampu berbuat banyak. Berdasarkan investigasi RCTI di Muara Kaman (pembaca bisa saksikan videonya di youtube.com), aparat terkait yang dikonfirmasi oleh tim investigasi menampik adanya pembantaian orang utan.

Bukankah hal ini sangat menyakitkan? Dan, masihkah fakta-fakta itu tidak membuat hati kita (generasi muda) tergerak untuk melakukan satu perubahan?

Tinjauan Teoritis
Derita yang dialami penduduk negeri kita tidak lain karena menjelmanya pemegang modal sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam hal kebijakan. Dianutnya sistem koalisi – oposisi pada parlemen kita, semakin mempermudah pemegang modal dalam mengobok-obok negeri ini.

Rizal Mallarangeng menyebutkan dalam bukunya “Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986 – 1992” bahwa menurut teori koalisi politik dan kepentingan ekonomi, perubahan kebijakan sangat memerlukan dukungan koalisi yang luas dari berbagai kelompok ekonomi (Cet III 2008 hlm 3).

Seperti kita saksikan, keberadaan wakil rakyat dimanapun lebih sering menimbulkan masalah daripada maslahah. Sebagai sampel lihat saja statement-statement mereka di televisi atau di koran. Ketika si A dari partai X mengatakan yang benar adalah P, maka segera si B dari partai Y mengatakan bahwa Q-lah yang benar.

Atas nama demokrasi, perbedaan dianggap biasa. Tapi untuk kita garisbawahi saja, bahwa sedikit sekali perbedaan yang benar-benar bisa disikapi secara cerdas dan dewasa oleh mereka. Yang terjadi adalah membesar-besarkan perbedaan dan bekerja bukan untuk kepentingan rakyat.

Oleh karena itu undang-undang yang dibuat oleh DPR banyak yang tidak lagi sesuai dengan dasar negara.

Menurut Dekan FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Prof. Bahtiar Effendy, ketika berbicara di lokakarya mengenai empat pilar Indonesia, di Hotel Santika, Jakarta, Sabtu (18/6/2011), bahwa tidak sedikit produk undang-undang yang melenceng dari nilai-nilai Pancasila.

Berjiwa Ksatria
Sebagai generasi muda, tak ada alasan untuk tidak maju dan menang. Biarlah masa lalu berlalu dengan kisah duka laranya. Namun kedepan, saatnya kita mengisinya dengan kesungguhan perjuangan dan pengorbanan. Tak ada makan siang gratis, begitu kata orang Barat.

Artinya, duka lara di tahun 2011 tidak akan selesai hanya dengan semalam suntuk bersuka-ria menanti mentari awal Januari 2012.

Akan sangat bijak jika kita menahan diri (dari pesta, perilaku amoral), sembari terus merenungkan apa yang akan kita lakukan di tahun 2012 atau prestasi apa yang akan kta capai di tahun 2012. Tak ada yang tidak mungkin, sejauh ada kemauan maka akan ada jalan.

Ingat sahabatku, tak ada kado buat kita dari pemerintah di tahun 2012. Boleh jadi tarif listrik, telpon, harga BBM naik terus-menerus. Bahkan mungkin listrik yang byar-pet di Tenggarong misalnya masih akan terus terjadi setiap hari.

Jika kita tidak menyambut 2012 dengan kerja keras, karya nyata, maka siapakah yang akan melindungi kita? Jika kesungguhan saja belum pasti, mengapa kita masih berpikir untuk berpesta-pora? Sia-sia!.[]

*Imam Nawawi adalah kolumnis tetap rubrik CAP Anak Kaltim www.kaltimtoday.com dan mantan Pengurus Daerah Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PD PII) Kutai Kartanegara, Kaltim
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tak Ada Kado, Untuk Apa Berpesta di 2012?

Trending Now

Iklan