Iklan

Selamatkan SD 007 Lempake, Pendidikan Harga Mati

Admin
Sabtu, Januari 21, 2012 | 00:47 WIB Last Updated 2017-02-27T22:45:06Z














SEBENARNYA, saya ingin istirahat dulu untuk menulis catatan coffe break anak Kaltim pada edisi sekarang. Saya agak lelah, memang. Pasalnya, saya baru saja datang dari melakukan perjalanan selama 4 hari ini ke luar kota untuk sebuah urusan pekerjaan.

Namun, tatkala saya iseng membuka internet untuk sekedar membaca berita terkini, saya pun menemukan berita tentang SDN 007 Lempake Samarinda yang terendam banjir lumpur selama lebih tiga bulan.

Yang membuat saya miris, karena disebutkan dalam berita itu bahwa tidak ada tindakan konkrit dari para pemegang kebijakan di sana. Akhirnya niat istirahat pun diurungkan. Tengah malam ini, meski agak tertatih-tatih, kutekadkan untuk goreskan catatan ini.

Ya, kondisi ini benar-benar sangat memprihatinkan. Apalagi banjir lumpur yang melanda SDN 007 Lempake itu disebut disebabkan oleh aktifitas pertambangan batu bara di daerah sekitar.

Karena saya tak bisa melihat kondisi secara langsung, saya coba cari video yang mungkin cukup menggambarkan kondisi banjir lumpur di Lempake ini. Akhirnya ketemu, ada di YouTube. Pembaca bisa melihat dengan mengetikkan frase, “Air dari Lubang Tambang Lempake”.

Laman berita korankaltim.co.id yang juga sempat menurunkan berita tersebut, melaporkan bahwa air sungai di Jalan Purwodadi Kelurahan Lempake Samarinda Utara yang sebelumnya dimanfaatkan warga untuk bertani, berkebun dan memelihara ikan kini sudah tak bisa lagi. Sebab air yang dulunya jernih kini berubah jadi warna kecoklatan akibat limbah pertambangan batu bara.

Penelusuran berita itu pun diperkuat dengan pernyataan seorang warga yang mengatakan dengan tegas bahwa, "Seingat saya sebelum ada tambang batu bara air sungai di Purwodadi jernih. Warga banyak memanfaatkannya untuk bertani, berkebun dan usaha tambak,” demikian kata Tarwono, warga Jalan Purwodadi RT 10 sebagaimana dikutip.

Dampak negatif dari pengelolaan tambang yang tidak manusiawi itu sebenarnya telah lama dirasakan oleh warga Lempake. Sejak awal 2009 warga Lempake telah mengajukan aspirasinya kepada pemerintah agar aktivitas tambang di Lempake dihentikan. Hal tersebut mengingat penambangan telah mengusik kehidupan warga dan kesehatan lingkungan.

“Tambang menghancurkan budi daya air tawar, merusak sawah serta tanam tumbuh. Sumur sumur pun ikut tercemar, rumah dan perabotan pun menjadi rusak, begitu juga ternak kami ikut hanyut banjir,” ujar Atek yang juga pengelola kolam pemancingan Lembah Tenang Jl Rimbawan RT 44, sebagaimana reportase yang dirilis kaltimpost.co.id, Januari 2009 silam.

Selamatkan SDN 007 Lempake
Secara pribadi, saya, dan kita semua warga Kaltim yang masih peduli, berharap kepada seluruh pihak, khususnya pemerintah dalam hal ini instansi terkait dan perusahaan tambang di Lempake untuk segera bertindak dan menangani masalah tersebut dengan secepat-cepatnya dan setuntas-tuntasnya.

Jika ikan di sungai mati karena limbah mungkin masih belum seberapa. Tapi kalau aktivitas pendidikan terganggu apalagi sampai terhenti hanya karena limbah tambang, sungguh ini tak bisa ditolerir. Sebab pendidikan adalah nyawa generasi muda di Lempake dan Kaltim pada umumnya. Jika hak-hak asasi mereka dalam hal pendidikan disandera, maka dimanakah sebenarnya letak kemanusiaan kita?

Maka dari itu pemerintah dalam hal ini perlu melakukan satu evaluasi menyeluruh agar izin penambangan tidak sampai berdampak seperti itu. Ini sungguh sangat memalukan. Kemudian pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tambang yang lalai dalam mengantisipasi terjadinya bencana yang merugikan warga.

Pada saat yang sama, semua pihak, terutama pemerintah harus menyelamatkan dengan segera SDN 007 itu. Karena ini menyangkut masa depan generasi muda yang kelak akan melanjutkan estafeta kepemimpinan bangsa, terkhusus di Kaltim. Bahkan idealnya, perusahaan tambang melalui peraturan daerah Samarinda, diwajibkan memberikan beasiswa penuh kepada seluruh siswa-siswi di Lempake.

Jika perusahaan tambang keberatan apalagi menolak, maka tutup saja ijin usahanya. Sebab tidak ada yang lebih mahal dari pendidikan dalam upaya membangun bangsa. Batu bara bisa dibeli, tapi jiwa mereka yang terluka tak dapat diganti hanya dengan angka besar dalam hitungan dolar.

Libatkan Masyarakat
Peristiwa ini terjadi karena kebijakan pembangunan di Indonesia umumnya menegasikan peran serta masyarakat. Maksudnya, pemerintah dalam menentukan kebijakannya tidak pernah bercengkerama dengan masyarakat. Akibatnya pemerintah dengan mudah memberikan izin ini, izin itu. Pada saat yang sama mereka lalai terhadap kewajibannya melindungi warganya sendiri.

Ironisnya, dalam beberapa kasus, terkadang aspirasi masyarakat acap kali dianggap sebagai angin lalu. Akhirnya masalah terus bertumpuk-tumpuk. Kasus banjir lumpur yang baru saja diberitakan ini sebenarnya telah lama disadari oleh masyarakat. Namun pemerintah tetap belum meresponnya dengan baik. Mungkin ada tetapi tak mampu menembus jantung permasalahan.

Akan sangat baik jika ke depan, pemerintah dalam hal menentukan kebijakan, apalagi terkait izin tambang yang mana hal itu sangat berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat secara luas, dibuatkan satu forum yang masyarakat bisa berpendapat. Dengan cara seperti itu, peristiwa semacam ini tidak akan terulang lagi untuk di masa-masa yang akan datang.

Sebab yang paling mengerti yang terbaik bagi lingkungan adalah masyarakat. Jadi, libatkanlah masyarakat. Ajaklah untuk duduk bersama dalam beragam program dan tujuan, jangan hanya diambil pajaknya namun diabaikan hak-haknya sebagai warga negara.

Kita yakin, SD 007 Lempake tidak sendiri mengalami nasib yang sungguh memprihatinkan itu. Warga yang risau karena terusik aktifitas tambang nakal. Ia hanyalah bagian kecil yang sempat terpotret ke permukaan. Masih banyak sekolah dan masyarakat lain yang mungkin bernasib lebih getir dari itu, namun tak sempat tersorot. Jangan sampai keterkucilan mereka berlangsung terus menerus karena lambannya pemerintah mengangkatnya dari keterpurukan.

Satu hal yang perlu diingat ialah loyalitas suatu masyarakat sangat mahal harganya. Dan, tidak ada dalam sejarah, boleh juga dikatakan langka, konglomerat yang memiliki loyalitas terhadap bangsa dan negara. Oleh karena itu, wajib hukumnya pemerintah menomorsatukan melindungi masyarakatnya ketimbang konglomerat.[]

*Imam Nawawi adalah kolumnis tetap rubrik Coffe Break Anak Kaltim www.kaltimtoday.com dan mantan Pengurus Daerah Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PD PII) Kutai Kartanegara, Kaltim
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Selamatkan SD 007 Lempake, Pendidikan Harga Mati

Trending Now

Iklan