Iklan

“Ternyata, Saya Tidak Lulus UN”

Admin
Rabu, April 18, 2012 | 23:22 WIB Last Updated 2017-02-27T22:45:06Z


Oleh Dawood Yildizlilar*


KALTIMTODAY -- HARI Senin, 16 April 2012 lalu, hari pertama siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menjalani Ujian Nasional (UN) yang serempak digelar di seluruh Indonesia. Tampak menegangkan, memang.

Banyak orang sempat protes karena helatan ini terlalu banyak melibatkan personil polisi dan pernik pernik lainnya seperti pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) atau kamera pengintai. Alasanya untuk mengantisipasi kalau-kalau ada yang nyontek. Saya yang pernah duduk di bangkus SMA dan pernah UN, melihat ini merasa cukup geram, kok segitunya ya.

Well, saya memang salah satu korban penerapan sistem Ujian Nasional yang teramat ketat untuk lolos seleksinya ini. Bulatan meleset sedikit saja, gagal. Syukurnya, di masa saya SMA dulu tahun 2005, keadaannya tak seseram sekarang ini yang acara UN-nya rajin disorot media televisi.

Apakah Anda sependapat dengan penilian bahwa media televisi ini punya andil menekan mental siswa dengan gaya reportasenya selama pelaksaan UN? Silahkan jawabannya disimpan di kepala masing-masing saja.

Pengalaman saya sendiri, pada akhirnya Allah memang menakdirkan lain. Sejak awal saya coba terus yakinkan diri lulus, tapi saya pun sebenarnya juga ragu dan tetap was-was. Nah, tibalah saatnya hari keputusan itu. Dengan pelan dan perasaan yang tak menentu, kubuka lembaran pengumuman. Aliran darah di tubuh ini tiba-tiba seperti berhenti mengalir setelah terpampang di depan mata saya dua kata singkat: TIDAK LULUS.

Saya hanya bisa termenung sebentar dan segera meninggalkan ruangan yang tiba-tiba rasanya sangat pengap itu. Saya pun menjadi tak berselera lagi menyantap makanan yang sudah terhidang yang belum selesai diratakan sebelumnya. Ini adalah kenyataan buruk di siang bolong, bukan mimpi. Saya tidak bisa berkata-kata.

Entah karena merasa telah gagal, sepanjang hari Sabtu hari pengumuman itu dan beberapa hari selanjutnya saya kerap dihinggapi rasa malu atas “keputusan” Diknas tersebut. Saya jadi malu bertemu dengan kawan-kawan, malu bertemu dengan guru-guru, bahkan sampai malu bertemu dengan keluarga.

Kalau mau diumpamakan, tidak lulus UN itu mungkin rasanya seperti malunya orang yang tertangkap basah kentut gaya bombastik di tengah jamaah pengajian, bahkan malunya lebih dari itu. Sepertinya saya kekurangan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana pedihnya. Intinya dunia ini seperti kiamat. :)

Tidak lulus UN itu memang sakit. Tapi saya bersyukur bukan termasuk anak remaja yang pendek pikiran. Kalau malu, itu sudah pasti dan bahkan sangat malu. Kebetulan waktu itu saya sudah membaca bukunya David J. Schwartz berjudul The Magic of Thinking Big (Berpikir dan Berjiwa Besar). Inilah buku yang saya anggap bersejarah membangkitkan jiwa dan semangat saya.

Sambil menikmati ide-ide brilian David J. Schwartz yang renyah, saya juga mulai lebih memperbanyak zikir dan melakukan kontemplasi ringan di waktu-waktu ibadah sholat 5 waktu semampu kadar spiritualitas sebagai anak SMA ketika itu. Hati ini rasanya benar-benar plong.

Yang saya pegang betul ketika itu bahwa tidak lulus UN ini adalah takdir, bukan nasib. Belakangan ini baru saya pahami lagi bahwa nasib dan takdir itu sejatinya memang berbeda. Kalau kulit kita hitam atau hidung tidak mancung, itulah nasib, jangan dipaksa putih atau dipaksa mancung. Jadi nasib itu sifatnya lebih ke physically.

Sementara kalau saya gagal padahal saya sudah berusaha, berarti itu takdir. Takdir itu bisa diubah dengan kerja lebih keras lagi dan berdo’a. Sifat takdir lebih kepada mentality of personality. Saya sudah berusaha maksimal sebelum masuk UN. Inilah hasilnya dan saya yakin pasti ada hikmahnya.

Inovasi Diri Tanpa Henti!
Jujur saja, saya yang pernah menjadi korban UN telah merasakan bagaimana sistem ini nyaris telah memuat saya stres. Beruntung saya masih punya pegangan, saya masih bisa berfikir waras, dan saya bangkit dengan motivasi dari orang sekitar dan juga atas masukan-masukan David Schwartz melalui bukunya itu.

Sebagai orang yang pernah tidak lulus UN, saya bisa merasakan bagaimana nanti perasaan para siswa yang kebetulan dinyatakan tidak lulus. Mereka sudah pasti akan kecewa, berontak bahkan mungkin mengamuk. Yang rawan ketika mental siswa lemah. Maka sudah menjadi kewajiban sekolah, keluarga, dan orang-orang terdekat siswa memberikan kekuatan untuk menyalurkan energi positif kepadanya.

Terakhir saya ingin berpesan, hadapilah UN yang sudah digelar ini dengan tetap enjoy, tenang, tidak perlu memikirkan hal buruk-buruk yang belum tentu terjadi. Justru semakin kita sering berfikir hal-hal buruk, maka jiwa akan terhantar untuk mewujudkan bayang-bayang nestapa itu. Ini jelas berbahaya.

Dr. Masaru Emoto San, seorang peneliti dari Hado Institute di Tokyo, Jepang yang pernah meneliti air seluruh dunia dengan temuannya bahwa ternyata air yang biasa kita minum bisa berubah-ubah tergantung perasaan dan pikiran manusia di sekelilingnya. Masaru Emoto pun berpesan kepada kita, “Berhati-hatilah terhadap pikiran Anda”. Maka berfikirlah positif, maka akan positif pula hidup Anda.

Dalam ajaran Islam pun, perintah untuk berfikir positif telah diajarkan oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, At-Tirmidzi, dan Ibn Hanbal dari ari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bahwa berfirman Allah Yang Maha Agung:

“Aku berada dalam sangkaan hamba-Ku tentang Aku, dan Aku bersama-nya ketika ia menyebut Aku. Bila ia menyebut Aku dalam dirinya, Aku menyebut dia dalam Diri-Ku..”

Jika Anda berfikir bahwa saya baik-baik saja, saya sehat, saya berbahagia, maka tentu Anda akan baik-baik saja dan Anda tetap terlihat bugar dan bahagia. Namun sebaliknya, jika Anda selalu saja mengisi kepala Anda dengan prasangka-prasangka yang tidak penting, “Mungkin saya tidak lulus”, “Mungkin nilai saya buruk”, “Sudahlah, saya memang tidak bisa” “Saya akan gagal”, maka Anda secara tidak sadar sedang mengantar diri menuju ke sana. Maka dari itu hati-hatilah dengan pikiran Anda, begitu pesan Dr. Masaru.

Namun hal yang terpenting yang harus Anda ingat, selalulah minta kepada Allah Subhana Wata’ala untuk diberikan kebaikan hidup, kelancaran urusan, dan diberikan kelulusan. Ketika Anda sudah berusaha dan telah mempersiapkan diri dengan baik, ya sudah, sekarang Anda tinggal menyerahkan semua keputusannya kepada-Nya. Tuhanlah yang akan mengganjar usaha-usaha terbaik Anda. Semakin mantap Anda berusaha maka akan semakin baik pula hasil yang akan Anda dapatkan.

Semoga Anda-Anda yang saat ini mungkin sedang galau menantikan pengumuman kelulusan, mulai hari ini bersegeralah menata hati dan pikiran Anda dengan baik. Hiasilah dia dengan prasangka baik serta pikiran positif dan jangan lupa terus bermunajat minta yang terbaik kepada Tuhan. Semua pasti ada hikmahnya kelak.

Dan, ingat, jangan lekas menyerah ketika kemudian Anda dinyatakan tidak lulus, ini hanyalah persoalan kecil dari sekian banyak ujian hidup. Yang penting Anda masih diberi kesempatan hidup yang dengan itu Anda masih bisa berbuat baik lagi, Anda masih bisa berkarya, masih ada kesempatan beramal, dan tentu Anda masih bisa bangkit menjadi pemenang.

Saya termasuk orang yang bersyukur karena pernah tidak lulus UN yang dengan itu saya semakin sadar ijazah akademik tidak selalu bisa diandalkan untuk kita menjadi pemenang dan bisa menaklukkan dunia. Sampai hari ini saya masih bisa makan enak, tidur nyenyak, beribadah tenang dan nikmat, serta Insya Allah terus berusaha meningkatkan kemampuan dan karir meskipun kemudian harus TANPA IJAZAH.

Yang Anda harus ingat, kemampuan menghadapi pertarungan hidup tidak selalu bisa ditentukan dengan adanya legalisasi diri dari instansi resmi dengan indikator kemampuan menjawab lembar soal di atas meja, apalagi hanya dengan waktu 3 hari. Berinovasi dan teruslah memperbaiki kualitas diri tanpa batas.

Jadilah manusia pembelajar! Proklamirkan diri bahwa semua tempat adalah sekolah saya dan semua orang adalah guru saya. Ayo bangkit, dan jadilah pemenang!


*Penulis adalah Blogger Kaltim, alumni salah satu sekolah swasta SMA di Kota Bontang.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • “Ternyata, Saya Tidak Lulus UN”

Trending Now

Iklan