Memilih Antara Hidup dan Mati

Parentnial Newsroom

Pendapat

INI adalah tulisan saya yang kesekian kali di portal ini. Sebelumnya saya juga pernah menulis beberapa catatan yang dimuat para rubrik Oase.

Catatan-catatan saya sebelumnya tersebut adalah naskah yang disetor insidentil kapan saja saya mau. Tidak ada ketentuan bagi saya harus menyetor atau tidak.

Tapi kini, saya memiliki tanggungjawab untuk rutin menulis dan harus menyetor naskah untuk dipublikasikan di laman ini. Beban yang diberikan sih setiap pekan, tapi saya akan berusaha menyetor beberapa kali lah setiap pekan.

Menjadi seorang pengisi kolom bukan perkara mudah. Paling tidak, biasanya kolumnis itu cukup dikenal, pakar, tulisannya berisi serta enak dibaca.

Makanya, saya pun memiliki banyak keraguan apakah mampu mengisi kolom tetap ini secara rutin dan apakah nantinya akan menarik dibaca.

Namun karena ini adalah komitmen saya, maka saya harus menulis. Menulis yang berisi, dan enak dibaca. Semoga saja.

Memang saya tidak atau belum bisa tapi saya harus biasakan agar menjadi bisa. Sebab seseorang tidak akan dapat menjadi apa-apa kalau dia tidak ngapain-ngapain, tidak berusaha, dan tidak membiasakan.

Menulis sebenarnya sudah merupakan satu aktifitas yang tak bisa dilepaskan dari tradisi hidup umat manusia. Tidak satu pun orang manusia di dunia yang tak pernah menulis. Sejak zaman sejarah dan pra-sejarah kultur ini senantiasa berlangsung.

Jadi kasarnya, kalau kita tidak bisa menulis maka patut dipertanyakan kemanusiaan kita. Mosok tanda tangan saja tidak pernah. Sejelek-jeleknya tanda tangan ia tetaplah corat-coret alias tulisan yang dikeren-kerenkan. Di sana berlangsung proses menulis.

Untuk sementara ini dan ini juga merupakan salah satu komitmen saya; menulis pendek tidak lebih dari 7 paragraf. Karena, terus terang saja, saya tidak bisa menulis bagus, apalagi sampai berhalaman-halaman. Makanya saya cobalah metode ini yang sekaligus saya tabalkan sebagai ajang pembelajaran untuk menulis pendek tapi selaras.

Gagasan apa yang Anda dapatkan dalam tulisan ini setelah membacanya hingga akhir ini? Ya, mungkin tidak ada. Tapi bagaimana pun saya harus tetap menulis karena menulis adalah hidup. Jadi, tidak menulis berarti mati. Anggaplah begitu. Saya sudahi saja tulisan ini sekarang. (YACONG B HALIKE)

Baca Juga Lainnya

Potret Nikah Cerai di Kaltim Tahun 2024, Menelusuri Jejak Cinta dan Perpisahan

Parentnial Newsroom

TIDAK ada yang lebih menggugah hati daripada angka-angka yang membisikkan cerita di balik kehidupan manusia. Setidaknya, itulah yang mencuat saat ...

Pelajaran dari ‘Adolescence’ Serial Netflix yang Menggugah tentang Kekerasan Remaja

Rahmat Hidayat

SERIAL drama Inggris terbaru, “Adolescence,” yang dirilis di Netflix pada 13 Maret 2025, telah menjadi fenomena global dengan lebih dari ...

Analisis Data Perceraian di Jakarta Barat 2025, Biang Keroknya Ekonomi dan Selingkuh

Fadliyah Setiawan

APA sebenarnya yang mendorong ratusan pasangan di Jakarta Barat mengakhiri ikatan suci pernikahan mereka? Data terbaru dari Pengadilan Agama Jakarta ...

Peacock Parenting, Gaya Didik Kekinian yang Terlalu Fokus ke Pencitraan Anak

Fadliyah Setiawan

KAMU pernah denger istilah “peacock parenting”? Bukan, ini bukan tentang burung merak yang suka pamer bulu. Tapi gaya parenting baru ...

Pelajaran dari Kasus Baim dan Paula, Mengapa Netizen Perlu Menghormati Batas Privasi

Muhammad Hidayat

DI masa masa seperti sekarang dimana akses informasi begitu mudahnya dan ruang digital yang serba terhubung, kehidupan pribadi figur publik ...

Ketika Hubungan Baru Terasa Kayak Ulangan Masa Lalu

Keluargapedia Staf

PERNAH nggak sih, kamu ngerasa kayak hubunganmu yang sekarang tuh mirip banget sama yang dulu? Bahkan pola berantemnya, sikap pasangan, ...

Tinggalkan komentar