Iklan

Rakyat Menggugat Ketidakadilan

Admin
Sabtu, Juni 02, 2012 | 06:00 WIB Last Updated 2017-02-27T22:45:05Z














BOSAN. Itulah mungkin yang dirasakan sebagian besar masyarakat ketika melihat media massa. Beritanya selalu korupsi, debat yang kurang konstruktif, bahkan dialog yang tak mampu mengetuk nurani siapapun yang mendengar. Inilah banalitas media.

Meskipun demikian, media massa tetap mengeksplorasi berita-berita yang minim edukasi, dan debat yang tidak merubah apa-apa. Ironisnya entah sengaja atau tidak, rakyat kecil selalu disuguhi berita selebriti yang miskin teladan. Lihat saja kontroversi soal Lady Gaga beberapa waktu lalu. Bak seorang pahlawan ia dipuja dan dibela justru oleh sebagian media kita dengan dalih yang menegasikan moralitas dan identitas bangsa.

Sedangkan terhadap masalah bangsa sendiri, derita saudara sebangsa, dan kesejahteraan generasi muda, seringkali dinomorduakan. Inilah fakta bangsa dan negara Indonesia hari ini. Negara dengan sejuta masalah kata mereka yang kehilangan perspektif positif dalam melihat realita.

Suka tidak suka inilah wajah negeri yang harus kita pahami. Memuakkan, tapi inilah kenyataan. Memalukan, tapi inilah tantangan. Dan, semua realita itu sangat memprihatinkan setiap jiwa yang merindukan kemajuan dan kejayaan.

Apabila pemerintah tidak peka terhadap situasi bangsa yang seperti ini boleh jadi negeri ini akan dilanda huru-hara luar biasa. Boleh jadi akan lebih besar dari apa yang pernah direkam sejarah pada 1998 yang menjadi momentum penting bergulirnya ide dan gerakan reformasi.

Reformasi diakui atau tidak di tangan elit negeri hari ini tidak membawa hasil maksimal bagi rakyat Indonesia. Biaya hidup terus meningkat, kerusakan alam meluas, BBM krisis, narkoba di mana-mana, moralitas ditindas, dan aturan negara seringkali tidak jelas manfaat dan tujuannya.

Terkadang undang-undang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat dan negara. Bahkan anehnya pembuat undang-undang justru tidak mengerti dengan undang-undang yang dirancang dan disahkannya sendiri.

Paling lucu adalah apa yang sekarang mencuat di media. Yaitu rencana pengesahan RUU KKG (Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender). Sebuah RUU yang dalam pandangan akal sehat, sama sekali tidak memberi kemaslahatan bagi kehidupan bangsa. Tapi apa yang dilakukan legislatif negeri ini?

Sama seperti yang terjadi di Kalimantan Timur. Penghasil tambang besar, berkontribusi besar bagi Indonesia, tapi rakyatnya hidup dalam derita dan nestapa. Kini bahkan tak jarang orang harus berjuang hanya untuk mendapatkan BBM.

Untungnya, menurut kabar terakhir, pemerintah pusat telah menyetujui penambahan kuota BBM untuk Kaltim. Tapi keputusan itu pun terbilang sangat lambat karena harus diawali dengan aksi blokade Sungai Mahakam yang menjadi jalur lalu lintas kapal pengangkut batu bara oleh masyarakat yang menuntut keadilan.

Jika untuk BBM saja mereka harus berjuang, lalu bagaimana dengan hak asasi mereka sebagai rakyat yang menghuni tanah kaya tambang alam itu? Upaya dialog sudah, demo sudah, tapi belum membuahkan hasil yang memuaskan. Sehingga wajarlah aksi menggugat terus berlangsung. Mungkin inilah semangat rakyat hari ini, khususnya di Kalimantan Timur.

"Mahakam" Menuntut Keadilan
Dalam perjalanan ke Jakarta, setelah empat hari menambah wawasan di Jawa Timur, saya dikejutkan oleh berita harian Jawa Pos yang melaporkan kondisi sungai Mahakam. Bukan karena Mahakam tercemar, tapi karena Mahakam diblokade warga.

Rabu (30/5) lalu, sejumlah organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) menutup jalur tongkan batu bara di bawah Jembatan Mahakam, Samarinda. Hal ini sebagai wujud ekspresi kekecewaan masyarakat atas segala kebijakan pusat yang dinilai tidak adil. Dan, aksi kali ini merupakan puncak atas pemberian kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan yang dikurangi.

Rencananya, aksi itu akan terus dilakukan selagi tuntutan belum dipenuhi. Apabila hal itu terjadi maka pengiriman batu bara ke luar akan terkendala dan kerugian dalam berbagai bidang pun tidak dapat dihindari. Selain itu secara psikologi, boleh jadi aksi ini akan menjadi aksi pembuka bagi aksi-aksi lebih besar lainnya, baik di Kaltim secara keseluruhan, maupun di daerah lainnya.

Aksi pemblokiran sejumlah elemen pemuda itu berlangsung sejak Selasa pagi hari dan mereka baru menghentikan aksinya pada pukul 19.00 Wita, seiring dengan adanya janji dipenuhinya kuota penambahan BBM oleh Pemerintah Pusat.

Awang Faroek Ishak pun mengaku berterima kasih dan mengapresiasi apa yang dilakukan para pemuda sebagai semangat untuk mendukung penambahan kuota BBM untuk provinsi di Kalimantan yang selama ini dirasakan sangat kurang. Awang Faroek menjelaskan, kebutuhan BBM di wilayah Kalimantan saat ini telah mencapai 400 ribu kilo liter sedangkan untuk Kaltim mencapai 100 ribu kilo liter atau setara dengan satu juta liter.

"Mari kita hormati dan hargai hasil keputusan rapat di Jakarta yang menyepakati akan menambah kuota BBM bagi empat provinsi di Kalimantan," kata Awang Faroek dalam rilis berita di laman Pemprov Kaltim.

Solusi Maslahat
Sebenarnya berita tentang rakyat menggugat tidak saja terjadi di Kaltim tapi hampir di seluruh wilayah tanah air. Di Blitar misalnya, bentrokan antar warga dengan aparat tidak terhindarkan. Di Mojokerto, warga memblokade jalur by-pass. Begitu pula Pasuruan yang masih diwarnai sengketa soal lahan antara warga dengan Makolatmar (Markas Komando Latihan Marinir). Bahkan krisis BBM juga terjadi di seluruh Pulau Kalimantan.

Menjawab masalah ini memang tidak mudah. Dibutuhkan kecermatan, kesabaran, dan tentunya model komunikasi yang dapat menyadarkan para pejabat. Selain itu, rakyat sendiri harus benar-benar satu hati agar tidak saja mampu memperjuangkan haknya, tetapi juga sanggup mengawal kondisi bangsa menjadi lebih baik.

Reformasi dalam kacamata banyak pihak tidak lagi bisa diharapkan. Mereka yang dulu menjadi aktivis pengawal reformasi kini telah duduk bersama satu meja bersama orang-orang yang dulu digugatnya. Sebagian sudah putus asa lalu berkata, ‘Reformasi sudah basi’.

Soal reformasi sudah basi atau tidak sebenarnya tidak penting. Jauh lebih penting adalah bagaimana saat ini seluruh generasi muda Indonesia dan Kaltim khususnya, bersemangat menempa diri untuk bisa melakukan rekontruksi terhadap masa depan bangsa.

Memang tidak mudah, butuh proses, dan butuh semangat luar biasa. Tetapi inilah jalan yang paling mungkin untuk dilakukan. Setidaknya kita tidak mewarisi mental oknum elit negara hari ini yang mayoritas menindas rakyatnya sendiri hanya karena tunduk pada kepentingan asing representasi penjajah modern.

Boleh jadi ini tawaran ini masih sebatas konsep yang bisa diwujudkan dalam tempo yang tidak sebentar. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa, perubahan suatu bangsa dari tidak baik menjadi baik itu butuh waktu dari generasi ke generasi. Untuk merdeka Indonesia butuh waktu 350 tahun. Untuk melek ilmu Eropa butuh waktu 500 tahun.

Untuk negara ini menjadi adil dan makmur tidak bisa hanya dalam perjuangan dua bulan dan dua tahun. Tetapi butuh waktu bertahun-tahun lamanya. Kapan? Itu bergantung pada semangat, planning, dan efektivitas kita hari ini dalam menempa diri.

Namun, jika elit negara masih punya mata hati, sebaiknya kembalilah pada nurani. Layanilah rakyat Indonesia, sejahterakanlah mereka dan jalankanlah mandat yang diamanahkan negara. Apabila pejabat sependapat apalagi sepakat dengan rakyat, niscaya cerita Mahakam diblokade tidak akan pernah terulang lagi.

Kalau sebaliknya, jangan salahkan jika rakyat menggugat. Karena gugatan itu adalah hak istimewa mereka sebagai pemegang kedaulatan negara. Semakin ditekan dan dihadang, semakin besar gelombang gugatan yang akan datang.

Belajarlah dari Fir’aun yang dihukum Tuhan karena sombong. Belajarlah dari Suharto yang dilengserkan karena angkuh. Dan, belajarlah pada Raja Luis XVI Prancis yang dihukum mati oleh rakyatnya sendiri. Mengabaikan aspirasi rakyat berarti mengundang mudharat. Dan, memperturutkan ambisi pribadi berarti bersiap ditelan bumi.[KTC]


*Imam Nawawi adalah kolumnis www.kaltimtoday.com dan perintis Kelompok Studi Islam (KSI) Loa Kulu, serta mantan perintis dan ketua Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PII), Kutai Kartanegara, Kaltim.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Rakyat Menggugat Ketidakadilan

Trending Now

Iklan