Iklan

The Next Civilization

Admin
Sabtu, Mei 11, 2013 | 02:30 WIB Last Updated 2017-03-17T02:16:40Z

BEBERAPA waktu lalu, saya jalan-jalan ke toko buku Gramedia Depok. Dalam ketergesaan memburu beberapa buku wacana, saya melihat satu judul yang cukup bombastis, “The Next Civilization, Menggagas Indonesia sebagai Puncak Peradaban Dunia”.

Judul tersebut jelas sangat optimistis jika tidak dikatakan sangat berani. Sebab jika melihat situasi bangsa yang secara empiris, umumnya yang dirasakan rakyat kecil, problematika kebangsaan berupa krisis moral, etika serta ekonomi begitu centang perenang.

Namun, kita patut mengapresiasi buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir itu sebagai upaya pergeseran sudut pandang, guna melihat bangsa ini jauh lebih utuh dan tentunya optimistis.

Harus kita akui, ada banyak problem serius melanda bangsa ini. Tetapi soal politik dan kebijakan sebenarnya bukanlah nyawa dari peradaban, tetapi spirit amal, ilmu dan keyakinanlah yang sebenarnya merupakan generator bangkit dan tegaknya sebuah bangsa dan peradaban.

Setidaknya, itulah yang dipahami oleh David Levering Lewis dalam bukunya “The Greatness of Al-Andalus”. Sebuah catatan kritis yang melihat peradaban Islam sebagai inspirator peradaban Barat.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah bangsa ini sudah memiliki atau setidaknya menunjukkan indikasi adanya spirit iman, ilmu dan amal yang menggembirakan? Jika tidak ada maka rekomendasi yang merupakan hasil dari renungan BJ Habibie berikut mungkin bisa kita upayakan bersama.

Menurut Habibie dalam buku Membangun Peradaban Indonesia: Renungan Bacharuddin Jusuf Habibie yang ditulis oleh Firdaus Syam, ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membangun sebuah peradaban, yaitu HO2; ‘Hati’ (Iman dan Takwa) ‘Otak’ (Ilmu Pengetahuan) dan ‘Otot’ (Teknologi). Itulah syarat utama jika Indonesia ingin maju, sejahtera, mandiri dan kuat.

Dengan kata lain, diskusi peradaban harus diikuti dengan kebijakan pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan lahirnya kultur iman, ilmu dan teknologi. Jika benar-benar bangsa ini ingin keluar dari kemelut krisis multidimensi yang sangat parah.

Profesor Nanat melihat bahwa bangsa ini jangan terperosok pada diskusi parsial, pesimistis, dan kontra-produktif. Tapi cobalah lihat peluang besar yang sejatinya bisa kita lakukan bersama-sama; sinergis antara para pelajar, mahasiswa, pemuda dan cendekiawan untuk terus-menerus ‘berjibaku’ melakukan kajian hati, otak dan otot.

Barat Sudah Selesai
Sebagian kita mungkin bertanya, apa iya, seandainya kita membangun pusat pembinaan hati, otak, dan otot bisa mengalahkan kemajuan Barat? Pertanyaan ini wajar, terutama jika kita melihat aspek material yang dimiliki Barat, yang menurut sebagian orang Indonesia sangat wah, sangat modern dan canggih.

Tetapi, ketika kita lihat secara lebih mendalam, terutama dari sisi epistemologis-empiris, maka dengan segera kita dapat menyimpukan secara valid bahwa peradaban Barat telah kehilangan mata penglihatannya. Kaki dan tangannya berupa kekuatan ekonomi-militer memang masih tampak gagah. Tetapi, mata mereka sesungguhnya telah lama buta.

Ibarat seorang pelari dalam sebuah kompetisi, sekuat apapun kaki dan badannya, kalau matanya buta, ia pasti akan terlempar dari arena perlombaan. Itulah yang terjadi saat ini pada peradaban Barat. pertanyaannya, di mana kebutaan itu terjadi?

Kebutaan itu ada pada kesalahan fatal yang dilakukan oleh intelektual Barat yang secara pongah mengeluarkan prediksi masa depan yang saat ini justru terbantahkan oleh kebobrokan yang melanda peradaban Barat itu sendiri, pada sisi yang sangat mereka banggakan, yaitu demokrasi dan ekonomi.

Adalah Francis Fukuyama yang dengan gamblang menyatakan dalam bukunya The End of History and The Last Man bahwa pada akhir abad XX tidak akan ada lagi sistem demokrasi dan ekonomi baru yang lebih baik dari apa yang dicapai peradaban Barat.

Prof Nanat menulis seperti ini; “Menurut Fukuyama, setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya: monarkhi berediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Fukuyama berasumsi bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Ini sekaligus sebuah akhir sejarah” (The Next Civilization, hlm 48).

Padahal, kalau kita lihat secara jeli, dunia manapun, di tengah hegemoni Barat selama dua abad terakhir, sama sekali tidak benar-benar terbaratkan. Memang seluruh dunia mengakui konsep demokrasi dan kapitalisme, tetapi tidak semua negara benar-benar berdemokrasi apalagi berekonomi seperti Barat.

China salah satu bukti. China tidak saja berseberangan secara ideologi, secara empiris kini China telah maju pesat di berbagai bidang kehidupan. Tidak heran, jika China diprediksi banyak futurolog sebagai satu kekuatan paling potensial yang akan bisa menggantikan posisi Amerika Serikat. Terlebih, jika melihat China yang memang bukan negara vasal Amerika.

Sementara itu, fakta terkini menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak bisa melarikan diri dari krisis ekonomi yang terjadi. Dengan demikian, maka ramalan Fukuyama menjadi terkoreksi dengan sendirinya justru karena penyakit yang tidak dapat diantisipasi Barat. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukanlah The End of History tetapi The End of Western Civilization!.

Selamatkan Indonesia
Dengan terbantahkannya prediksi Fukuyama oleh apa yang terjadi di Barat sendiri, maka sebenarnya segala apa yang dibangun oleh peradaban Barat dalam hal-hal yang bersifat filosofis, epistemologis dan logis tidak bisa dipertahankan lagi. Artinya, segera buang jauh.

Karena pada dasarnya, bukan hanya Fukuyama yang telah melakukan kecerobohan. Samuel Huntington juga sama. Teorinya tentang The Clash of Civilizations banyak mendapat sanggahan dari banyak cendekiawan, tidak saja dari Timur tetapi juga dari Barat sendiri.

Bahkan, dalam beberapa hal, Huntington sangat tidak jujur dengan fakta masyarakat Barat yang banyak kontra dengan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang acapkali memporakporandakan negeri orang.

Dari uraian ini, maka jelas, perlu konsep yang teruji, pasti dan upaya segera untuk membangun Indonesia masa depan. Bukan lagi dengan mengekor Barat tetapi menggali inspirasi dari peradaban yang lebih unggul dari Barat, yakni peradaban Islam. Mulai dari sistim pendidikan, ekonomi, budaya hingga pemerintahan. Jika tidak, maka ‘kiamat’ yang sebentar lagi akan menenggelamkan peradaban Barat juga akan kita alami.

Jadi, mari mandiri, gali inspirasi, tempa diri, optimalkan potensi, dan raih prestasi dengan kebeningan hati demi untuk mendapat ridha Ilahi.

Karena, hanya itulah cara paling valid untuk bisa kita bersama-sama menyelamatkan Indonesia. Jika ini terjadi, maka The Next Civilization yang digagas Profesor Nanat, makin nyata di depan mata. Semoga.*

________
*) IMAM NAWAWI, penulis adalah kolumnis. Ikuti juga cuitan-cuitannya di @abuilmia
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • The Next Civilization

Trending Now

Iklan